Langsung ke konten utama

Postingan

The Essentialist: THE WISDOM OF LIFE CONSISTS IN THE ELIMINATION OF NON-ESSENTIALS.

.......................... He was tentative at first. He would evaluate requests based on the timid criteria, “Can I actually fulfill this request, given the time and resources I have?” If the answer was no then he would refuse the request. He was pleasantly surprised to find that while people would at first look a little disappointed, they seemed to respect his honesty. Encouraged by his small wins he pushed back a bit more. Now when a request would come in he would pause and evaluate the request against tougher criteria: “Is this the very most important thing I should be doing with my time and resources right now?” If he couldn’t answer a definitive yes, then he would refuse the request. And once again to his delight, while his colleagues might initially seem disappointed, they soon began to respect him more for his refusal, not less. Emboldened, he began to apply these selective criteria to everything, not just direct requests. In his past life, he would always volunte
Postingan terbaru

Hidden Figures (Movie)

Bagian yang paling berkesan bagi saya adalah ketika Mary Jackson diadili di pengadilan atas sebuah petisi yang membuatnya "bersalah" menurut hukum Virginia saat itu. Ia, warga berkulit hitam yg lantang mengikuti sekolah engineering di Hampton High School (sekolah di Virginia yang hanya ditujukan unt warga kulit putih). "Apa yg membuat orang berkulit hitam seperti Anda berani belajar di sekolah orang kulit putih?" Dalam pleidoinya, Mary mendekati hakim dan berdialog : M : Yang mulia, kalian semua harus paham pentingnya menjadi yang pertama. H : Apa maksudmu, Mrs.Jackson? M : Well, kau yg pertama di keluargamu : mengikuti angkatan bersenjata (US navy), yang pertama kuliah di Universitas (George mason), dan hakim provinsi pertama yang ditugaskan oleh 3 pemerintahan berturut-turut. H : kau telah melakukan beberapa penelitian. M : ya, Pak. H : Apa intinya? M : Intinya, yang Mulia....Tak ada wanita negro di Virginia yang pernah hadir di sekolah kulit pu

12 Years A Slave

Yang saya suka dari film Biografi adalah saya selalu mendapatkan pelajaran2 hidup berharga dari apa yang orang lain alami di masa lalu : suka, duka, perjuangan, perlawanan, dan bagaimana mereka menjadi "tokoh yang hidup" dari kisah mereka sendiri. Film ini sudah lama tersimpan di laptop, tetapi baru sempat menontonnya ^^. Pertama yang ingin saya review adalah : ACTINGNYA!. Angkat topi untuk Chiwetel Ejiofor yang total memainkan peran Solomon Northup. Emosinya dapet banget! Bagi yang belum tahu, sedikit spoiler ya^^. Film ini menceritakan tentang perjuangan Solomon Northup dari perbudakan yang telah menjeratnya selama 12 tahun. Diangkat dari kisah nyata yang dibukukan dengan judul yang sama : Twelve Years a Slave (1853). Northup adalah seorang negro merdeka di New York yang diculik di Washington. Perjalanan hidupnya badai. Kebayang kan waktu itu hukum di Amerika memperbolehkan perbudakan terhadap org kulit hitam. Northup pun terjebak pada human trafficking un

HACKSAW RIDGE (Movie)

Perang selalu menyisakan luka, memakan korban, dan menciptakan berbagai trauma. Tapi film ini berhasil mengangkat cerita diluar itu semua. Adalah Desmond Doss, anak muda yang memutuskan masuk militer sebagai panggilan jiwa untuk mengabdi pada negaranya. Sedari muda, ia mempelajari dunia medis dan memiliki tekad untuk menolong para prajurit yang terluka di medan perang. Meski seorang tentara, ia tidak mau memegang atau menggunakan senjata. Hal inilah yang membuat diriya menerima banyak kecaman dari teman-teman dan atasannya. Ia bahkan nyaris didepak dari militer. Doss percaya satu ajaran "Thou shalt not kill" yang artinya kurang lebih "tidak boleh membunuh". Itulah yg membuat ia kekeuh untuk tidak membekali diri dengan senjata apapun. Ia takut senjata akan mendorongnya membunuh orang lain. Disaat kondisi genting dan teman-temannya banyak yg mati dan terluka, Doss ini tetap bertahan. Ia bahkan berjuang sendirian menyelamatkan 75 prajurit terluka yang mas

HUMAN (Movie)

"Aku memiliki seorang anak perempuan berusia 10 tahun bernama Abi. Pada tanggal 16 Januari 2007 tepat pukul 09.30, ia di tembak oleh tentara pada bagian kepalanya. Di depan sekolahnya, persis di depan mata adik-adik dan teman-temannya. Abi bukan pejuang. Ia hanyalah anak-anak. Ia tidak tahu apa-apa tentang konflik dan ia juga bukan bagian dari konflik tersebut. Meski demikian, ia kehilangan nyawanya hanya karena ia adalah Palestinian. Karena kita hanya manusia, terkadang kita berpikir : Jika aku bunuh pembunuhnya atau seseorang dr pihak Israel, mungkin 10 orang, dengan begitu akan membuat putriku kembali. Tidak!. Itu hanya akan menyebabkan rasa sakit dan korban bagi yang lain. Aku putuskan untuk memutus lingkaran kekerasan, darah, dan balas dendam ini, dengan tidak membunuh dan tidak membalas dendam. Mulai dari diriku sendiri. Orang-orang selalu bilang : Itu bukan hakmu untuk memaafkan atas namanya. Dan jawabanku selalu: itu juga bukan hakku untuk membalaskan den

MAKALA, dan segala emosi yang menyertainya.

Film menjadi salah satu hal yang membuat saya bahagia di hari libur, selain bertemu keluarga. Namun karena saya pemilah-milah, tidak semua film akan saya tonton. Ada 4 genre film yang paling saya sukai secara berurutan: documenter, history, biography, romantic drama. Alhamdulillah hobi ini didukung dengan event Europe on Screen yang diselenggarakan setahun sekali. Sudah sekitar 4 tahun belakangan saya rajin numpang nonton film di event ini karena filmnya yang “antimainstream” Kali ini saya akan mengulas film yang sangat berkesan di hati saya. Judulnya: MAKALA. Film ini merupakan sebuah film dokumenter dari Prancis, garapan sutradara Emmanuel Gras (beliau terkenal suka membuat film dokumenter). Dalam film ini Gras menceritakan perjalanan Kasongo, seorang pemuda sekitar 26 tahun, yang hidup bersama istri dan 3 anaknya. Kasongo tinggal di Walemba, sebuah kawasan terpencil di Republik Kongo, Afrika, yang jaraknya kurang lebih 1900 km dari Kinshasa. Diceritakan dalam film ini, Kason

Film : "The Countess"

Sebuah film Jerman-Perancis yang mengisahkan perjalanan hidup  Countess Bathory Erzebet  (1560-1614), dilihat dari sudut pandang kekasih yang amat mencintainya, Istvan Thurzo. " History is a tale made by victors ", begitulah ia membuka ceritanya. Film yang mengambil setting Hungaria pd abad 15-an ini dibintangi, disutradarai, dan diproduseri oleh orang yang sama : Julie Delpy. Kalau dilihat dr trackrecordnya, mbaknya memang luar biasa sih. Erzebet lahir dr keluarga bangsawan yg masa itu sangat dimuliakan dan dianggap suci (bahkan ajaran katholik saat itu menganggap setiap bangsawan sudah pasti masuk surga). Sejak kecil ia dididik unt menjadi perempuan yang "tidak berperasaan", tidak punya rasa takut dan belas kasihan, namun selalu ingin tahu. Ia seringkali diajak orang tuanya unt menyaksikan penyiksaan dan pembunuhan para budak yg dinilai bersalah. Hidupnya sudah diatur sedari kecil. Ia menikah pada usia 15 th dg seorang bangsawan yg kaya ray