Langsung ke konten utama

HIDUP ITU......Mungkin seperti saat berjualan ketupat hari ini.




Idul Adha tahun ini sedikit berbeda. Saya merasakan bahwa berkah dan hikmahnya begitu luar biasa menyapa kehidupan saya.

Hari itu, hari Minggu, saya memutuskan untuk berkunjung ke tempat Mama saya, di Cengkareng. Mama saya adalah penjual sayuran segar, bumbu dapur, dan buah-buahan di salah satu pasar besar di wilayah Cengkareng. Saya mengunjungi beliau dengan pertimbangan sederhana “Ini adalah hari besar, pasti banyak orang yang berbelanja ke pasar. Mama pasti kecapekan karena tidak seorang pun membantunya”. Saya harap kedatangan saya disana akan sedikit meringankan bebannya.

Setelah meminta ijin untuk tidak liqo kepada murabbi dan teman-teman seliqoan, saya mengemasi barang-barang saya dan memutuskan untuk pergi menjenguk mama hari itu juga setelah mengajar anak-anak yayasan di Cijantung.

Sesampainya di tujuan, saya disambut hangat oleh Mama. Beliau selalu menyunggingkan senyum saat bertemu dengan anak-anaknya. Seperti dugaan saya sebelumnya, beliau ternyata sudah menyiapkan banyak sekali makanan kesukaan saya. Ada bakso, sate, es, bika ambon, rempeyek dsb. Setelah makan bersama, kami bergegas untuk menuju tempat penampungan barang dagangan bumbu dapur di dekat pabrik ABC. Di tempat tersebut saya membantu mamam membungkus ratusan paket bumbu dapur yang berisi jahe, kunyit, sereh, daun salam, daun jeruk dan kencur. Semuanya dipaket dalam wadah plastik putih keruh dan kami jual dengan harga 2000 rupiah per paket dengan harapan kami akan mendapatkan keuntungan 150% tiap paketnya. Pukul 4 sore kami selesai membungkus semua paket bumbu dapur, mama bilang tukang ojek akan mengantarkan berkarung-karung bumbu dapur itu ke pasar sore ini juga sehingga esok harinya mama tidak perlu membawanya lagi ke pasar.  Setelah bumbu dapur selesai di kemas, mama segera menghubungi agen buah langganannya, tampaknya mama memesan buah-buahan cukup banyak untuk dijual esok hari. Setelah buah-buahan selesai diurusi, mama menghubungi penjual ketupat dan memesan seribu ketupat. Mendengar hal ini, saya menjadi agak khawatir dan langsung memotong “Ma, enjing-enjing kan nembe puasa Arafah, idul adha kan taksih dinten Rabu. Mangke menawi boten laku pripun? niku terlalu kathah” (Terj : Ma, besok kan baru puasa Arafah. Lebaran idul adhanya kan masih besok Rabu. Kalau tidak laku bagaimana? Itu terlalu banyak). Melihat kekhawatiranku tersebut Mama segera tersenyum, “Santai saja”, kata beliau.

Malamnya, mama memtuskan untuk tidur lebih awal, saya melihat Mama terlihat sangat capek hari ini. Ya, bagaimana mungkin tidak capek jika ia selalu bangun dan mulai bekerja jam 1 malam sampai 1 siang non stop??. Saat ia tertidur pulas, saya membuka laptop dan mengerjakan beberapa tugas kuliah. Saya harus menyelesaikan malam ini juga jika tidak ingin diganggu teman-teman besok pagi. Saat saya mulai letih menulis, sesekali saya mengamati mama saat tidur. Sempat saya amati bahwa mama saya sudah menua, usianya hampir menginjak 45 tahun.

Sejak berusia 6 tahun, mama sudah menjadi piatu. Beliau hidup bersama kakek dan 4 orang saudaranya. Hidup mama memang penuh sekali perjuangan. Beliau bahkan sempat berganti-ganti profesi sejak masih duduk di sekolah dasar. Mulai dari menjual ubi rebus, jagung rebus, nasi untuk pencari pasir, jual taoge, jamu, baju bekas, jajanan anak SMP, dan terakhir beliau berjualan sayur mayur dan buah-buahan disini. Tak terasa air mata saya meleleh mengamati bagaimana beliau bernapas saat tidur. Mama adalah wanita tangguh. Beliau rela melakukan apa saja asalkan bisa membantu Bapak mencukupi kebutuhan anak-anaknya, beliau selalu mendukung langkah anak-anaknya....itulah hal yang membuat saya bangga mempunyai mama seperti beliau. Ia adalah wanita yang paling saya idolakan di dunia ini.

Bagaimana saya bisa bermalas-malasan sementara beliau bekerja dengan sungguh-sungguh?. Saya selalu punya prinsp untuk menjadi yang terbaik di kelas. Itulah sebabnya saya selalu menjadi juara 1 umum di sekolah sejak kelas 1 SD-3 SMP, di SMA pun saya selalu masuk 5 besar. Di dunia perkuliahan, saya juga selalu merasa bersalah jika IP saya tidak cumlaude. Saya merasa bersalah jika saya tidak bisa membahagiakan mereka dengan prestasi-prestasi saya.....bagi saya, mama dan bapak ibarat bahan bakar. Mereka akan datang mengisi pundi-pundi semangat saya yang jika saldo semangat tersebut mulai menipis.

Jam setengah satu malam mama membangunkan saya, rupanya beliau sudah bersiap hendak mengambil dagangan ke pasar besar. Beliau berpesan bahwa makanan sahur ada di meja dan menunjuki saya rute menuju pasar jika ingin berjualan, maklum, sebelumnya saya selalu berangkat bersama mama. Awalnya saya ingin berangkat bersama mama saja saat itu, tapi mama mengatakan kalau saya harus sahur di kontrakan dulu dan baru boleh menyusul setelah shalat Subuh. Saya pun menurutinya.

Setelah mengerjakan dua rakaat shalat Subuh, saya bersiap-siap memakai jilbab dan berjalan menyusuri jembatan penyeberangan untuk mencari tukang ojek kepercayaan mama. Tukang ojek tersebut mengantarkan saya ke pasar yang ternyata tidak terlalu jauh dari kontrakan. Sesampainya di pasar, mama terlihat menata barang-barang dagangannya yang sangat banyak. Mama tidak sendiri karena disana sudah banyak pedagang yang juga mempersiapkan dagangannya. Saya terkagum-kagum melihat pedagang-pedagang ini. Mereka begitu rajin bekerja. Saat orang lain tertidur pulas, mereka memilih untuk bangun dan menjemput rejeki dari Allah. Masya Allah.

Mama segera memberi intruksi kepada saya untuk mempersiapkan paket-paket sayuran. Ada paket sayur asam, sayur sop, sayur bayam, paket mentimun, paket sambal dsb. Mama memberikan contoh jenis dan kuantitas dari masing-masing sayuran dan sayapun membuat paket sesuai yang beliau minta. Pukul setengah 6 pagi kami selesai membuat ratusan paket-paket sayuran. Mama segera memberi saya kode untuk menyusun ketupat di tempat jualan saudara yang sedang tidak digunakan, lokasinya persis 2 meter dari tempat mama. Awalnya saya agak getir melihat seribu ketupat di hadapan saya. Boleh dibilang, saya ini tidak mempunyai skill berjualan yang baik, saya hanya takut kalau ketupatnya tidak laku.

Mama mengatakan bahwa harga beli 1 ikat ketupat adalah 8 ribu, jadi jual saja dengan harga 15 rb per ikat, jika ada yang nawar jangan langsung diberikan, tapi lakukan negosiasi terlebih dahulu, harga jual minimum adalah 13 ribu. Untuk melon, harga belinya adalah 9 ribu per butir, harga jualnya adalah 15 ribu dan harga jual terendahnya adalah 14 ribu. Saya mencatat dengan baik penjelasan mama layaknya prajurit yang mendengarkan komandannya berbicara.

Jam 6 pagi, pasar sudah menampakkan keramaiannya. Sudah puluhan orang berlalu lalang tiap menitnya. Di seberang tempat saya berjualan sudah dipenuhi banyak pelanggan setia mama, saya hampir tidak bisa melihat mama saking banyaknya pembeli. Persis di samping kanan saya ada juga ibu-ibu berjualan petai dan sayuran yang juga membawa ketupat, beliau dengan sinis mengatakan kepada saya untuk menggeser dagangan dan memberinya tempat dimeja budhe saya untuk meletakkan ketupatnya. Saya yang merasa pendatang baru pun menuruti permintaannya. Disebelah kiri saya ada penjual ikan skala besar, dari wajahnya saya menebak bahwa ibu-ibu tersebut berasal dari Batak, atau jika tidak dari Padang hehe. Ibu itu tersenyum ramah kepada saya dan menyarankan agar saya mengeluarkan semua ketupat dari plastik pembungkusnya agar tidak mengembun.

Pukul 06.20, saya melihat mama semakin kerepotan melayani pembeli. Saya berniat untuk pindah membantu beliau. Namun tiba-tiba pembeli pertama datang. Ibu tersebut menawar ketupat saya dengan harga 25 ribu per 2 ikat atau 12,5 ribu per ikat. Dengan segala negosiasi saya meyakinkan beliau bahwa ketupatnya harganya 15 ribu per ikat dan 28 ribu jika membelinya 2 ikat atau lebih. Namun usaha saya tersebut gagal, ibu tersebut justru ngedumel dan mengatakan kalau ketupat saya kemahalan. Beliau langsung pergi dari hadapan saya dengan muka kesal. Ibu penjual ikan yang memperhatkan saya pun tersenyum dan mendekati saya. “Tenaaang, hari masih pagi. Jangan buru-buru menurunkan harga”, kata beliau menenangkan ku.

Tidak berapa lama, penjual kedua datang dan berniat membeli. Saya pun mengubah strategi berjualan saya dengan mengatakan bahwa ketupatnya baru diangkat dari tempat pengukusan tadi pagi sehingga masih hangat, isinya juga padat sehingga tidak mudah basi, bentuknya juga rapi bla bla bla. Ibu itu tampak antusias mendengarkan penjelasan saya sembari memilah milah ketupat yang ia beli. 

“Berapa yang mau dibeli, Bu?”, tanya saya. 
“Satu aja Neng”, jawabnya. 
“Apa gak kurang Bu? Kali aja mau di bagi-bagi, kan ini idul Adha, mending beli banyak sekalian, saya diskon seribu jadi 14 ribu per ikat kalau ibu beli lebih dari satu ikat”, kata saya mulai mempengaruhi. 
Ibu itu tampak tersenyum. “Tapi basi gak ya Neng kalau buat besok?”, tanyanya memastikan. 
“InsyaAllah gak Bu, ketupatnya bagus. Lihat saja bu, ini ketupat padat, rongga pembungkusnya juga rapat. Ketupat itu mudah basi kalau isinya gak padat dan rongga pembungkusnya longgar”, kataku meyakinkan meski saya tidak benar-benar yakin. 
“Ah Neng bisa aja, ibu beli 3 ikat deh”, katanya. saya pun mengucap syukur sembari menyunggingkan senyum. 
Jadinya 42 ribu ya Bu. Ini ketupatnya. Ini kembaliannya 58 ribu. Makasiih ya Bu, kata saya  menutup diskusi. Ibu itu tersenyum.

Saya merasa senang karena ketupat saya mulai laku. Beberapa menit kemudian datanglah serombongan ibu-ibu yang bergerak membeli petai di tempat ibu samping kanan saya, beliau juga berniat membeli ketupat di tempat ibu tersebut yang ternyata harganya 17 ribu (padahal ketupatnya sama), segerombolan ibu-ibu tersebut berniat menawar namun sang penjual justru menghadapinya dengan judes 
“Mana ada, ketupat 14 ribu?”, kata ibu tersebut. 

Dalam hati saya ingin meneriaki segerombolan ibu-ibu tersebut “Siniiii lho Bu, ketupat saya harganya Cuma 15 ribu per ikat dan 14 ribu per ikat kalau beli lebih dari satu”...Tapi saya mengurungkan niat saya, saya ingat Rasulullah melarang kita menawari seseorang yang sedang melakukan transaksi dengan orang lain pada saat yang sama, lagipula jika saya benarbenar melakukannya tentu saya bisa merugikan ibu tersebut dan ibu tersebut bisa semakin membenci saya.

Saya mencoba memutar otak agar orang semakin tertarik dengan dagangan saya. Saya menyapa setiap orang yang lewat di depan saya sembari menawarkan “Beli ketupat bu, ketupatnya masih hangat”. Ternyata usaha pengiklanan lisan saya cukup berhasil. Tidak berapa lama pembeli silih berganti mendatangi saya dan membeli ketupat saya. Hampir semua dari mereka melakukan penawaran harga. 

Saya pun mengakalinya dengan berkata “Waah mohon maaf bu, kalau 13 ribu belum dapet satu ikat. Dapetnya 8 biji saja hehe. Ibu mau 8 biji saja? Sayang lho bu hanya gara2 uang seribu Ibu mau mengurungkan niat makan ketupat” hehe
Ibu itu tersenyum lagi. “27 ribu dua ikat deh Neng”, kata beliau menawar lagi. 
“Jangan lah Bu, untuk membuat ketupat ini kan butuh tenaga manusia. Itung-itung yang seribu buat upah mereka deh bu”, kataku meyakinkan sambil mengajaknya bercanda. 
Ibu itupun akhirnya membeli ketupat saya. 
Alhamdulillah.....

Saya belajar dari ibu penjual di samping kanan saya, ketupat beliau masih nampak banyak. Saya pikir tu dikarenakan beliau terlalu judes menghadapi pembeli yang menawar. Saya merasa bahwa langkah negosiasi saya cukup tepat : hadapi pembeli yang menawar dengan ramah, kalau perlu dengan candaan dan yakinkan mereka bahwa produk kita unggul dan mereka tidak akan rugi jika membelinya.. wkwkwkwk

Pada pukul 8 pagi, ketupat saya tersisa 30%. Karena pembeli-pembeli sebelumnya banyak yang “mengacak-acak” ketupat saya, beberapa ketupat jualan saya ada yang bonyok. Bahkan ada seorang Ibu yang complain 
“Kok, ketupatnya ada yang bonyok sih Neng”. 
“Hehe, mungkin karena dari tadi dipilah-pilah sama pembeli lain Bu”, jawab saya ringan. 
“Kok ada beberapa yang gak padet sih Neng?”. 
“Wah maaf Bu, kan yang buat tangan manusia. Wajarlah kalau gak sempurna, kesempurnaan kan hanya milik Allah Bu”, celetuk saya sekenanya. 
“Ah Neng bisa aja, yaudah ibu beli 3 iket. Tapi nitip dulu disini ya”, kata beliau. 
Aku pun mempersiapkan apa yang beliau minta. Alhamdulillah, dari 100 ikat ketupat yang ada tinggal tersisa 7 ikat.

Tidak berapa lama datanglah nenek-nenek. Nenek tersebut bercerita panjang lebar tentang cucunya yang puluhan orang bla bla bla. Saya sempat geleng-geleng kepala mendengarkan cerita panjang beliau, namun sebagai penjual yang baik saya harus melayani pembeli dengan baik. Meskipun saya tidak tahu arah obrolannya, saya nimbrung saja dalam ceritanya. Daan, walhasil si nenek membeli 4 ikat ketupat jualan saya. Beliau juga menceritakan bahwa ketupat saya yang paling murah karena beliau baru saja membeli ketupat ukuran besar seharga 24 ribu. Saya semakin tahu arah kompetitor saya setelah mendengarkan cerita si Nenek tersebut. Untung sebelum-sebelumnya saya tidak mempercayai complain pembeli yang mengatakan 
“Ah, kok mahal banget sih ketupatnya. Saya aja tadi ke tempat A harganya Cuma 12 ribu, ke tempat B Cuma 13 ribu. Udaah, kasih aja ke saya 13 ribu per iket”, katanya. 
Saya tidak ingat benar apa jawaban saya saat itu, kalau tidak salah saya hanya menyahut “Hehehe, kalau saya jual seharga 13 ribu mungkin ketupat saya sudah habis dari tadi Bu. Ketupat ini harganya 15 ribu untuk satu ikat dan 14 ribu kalau belinya lebih dari satu ikat”, jawab saya mencoba mempertahankan diri.

Setelah ketupat saya ludes, saya beralih profesi. Saya ambil bahan dagangan bumbu dapur di karung (yang sebenarnya akan dijual besok pagi). Di tempat yang sama, saya mulai membuat paketan-paketan bumbu dapur. Orang yang tidak sabar menunggu antrian di tempat mama akhirnya beralih ke saya dan membeli bumbu dapur saya tanpa sisa. Mama hanya bisa tersenyum di seberang melihat bangku saya bersih dari jualan. Tanpa sadar, saya melihat seorang pemuda yang dari tadi memandangi saya berjualan. Usianya sekitar 25 tahun. Dari fisik, memang sih pemuda tersebut ganteng. Tapi sayangnya ada rokok di tangannya yang membuat saya berpikir “He is not handsome at all” wkwkwk. Karena tidak nyaman dipandangi begitu, saya beralih ke tempat mama saya dan membantu mama saya melayani pembeli...Hahaha...godaaan seperti itu mah lewaaat! wkwkwk

Kami selesai berjualan pukul 12.30. Mama tampak sangat capek namun beliau tersenyum kepadaku. “Sampeyan pinter juga jualan. Mau ana tukang becak ngomong karo mama yen sampeyan jualane mantep, ra isin, ra ragu-ragu” (Terj : Kamu pintar juga berjualan. Tadi abang-abang becak bilang kalau kamu mantep banget jualannya, gak ada rasa malu, gak ragu-ragu”. Hehehe...aku hanya bisa tertawa. Seusai membereskan dan membersihkan tempat jualan, kami pulang ke kontrakan, dan mandi. Mama sempat berkali-kali membujukku membatalkan puasa karena melihat wajahku yang pucat, namun aku menolaknya “Jika dengan puasa satu hari Allah akan menghapuskan dosaku selama 2 tahun, tidak apa jika aku sedikit menderita sekarang. Aku masih kuat kok Ma”, kataku meyakinkan. Jam 2 siang saya pamit pulang ke Depok karena muridku sms minta diajari PR matematikanya. Sebenarnya saya sangat capek hari ini, tapi sayang juga kalau saya harus membuang gaji saya sehari. Saya pun menyetujuinya walau ternyata si murid membatalkan janji belajar yang telah dibuatnya.

Dari serangkaian pengalaman menjual ketupat hari ini, saya banyak mendapatkan pelajaran dalam menghadapi kehidupan, diantaranya :

  1. Saat pembeli tidak kunjung datang membeli ketupat, saya tidak boleh berputus asa. Saya harus tetap sabar dan optimis. Begitu halnya dengan kehidupan ini. Saat saya belum bisa mendapatkan apa yang saya inginkan, bukan berarti saya tidak bisa meraihnya. Namun saya harus lebih sabar menunggu keputusan Allah sembari berusaha lebih keras. Saya harus tetap optimis bahwa cepat atau lambat saya akan mendapatkan apa-apa yang saya inginkan. Badai pasti berlalu!. Intinya adalah sabar dan tetap berprasangka baik kepada Allah dengan melakukan usaha yang lebih sungguh-sungguh. Sungguh, Allah tidak akan berdiam diri terhadap hambaNya yang berdoa memohon kepadaNya J
  2. Saat pembeli menawar harga ketupat saya, saya tidak boleh langsung mengiyakan. Tapi cobalah menerapkan sistem negosiasi. Seperti hidup ini, saat ide yang kita usulkan dinilai dengan nilai yang rendah, jangan langsung mendengarkan statement mereka atau langsung mengiyakan. Tapi mulailah dengan negosiasi, cobalah pertahankan ide kita dengan alasan-alasan logis dan menarik sehingga bargaining position kita menjadi lebih tinggi di hadapan mereka.
  3. Saat pembeli memilih untuk membeli ketupat ke penjual lain, saya tidak boleh begitu saja gentar. Saya harus mencari apa yang membuat orang tersebut tertarik membeli ke kompetitor. Begitu halnya pada setiap fase persaingan dalam kehidupan ini. Saat orang lain lebih tertarik kepada saingan kita, kita tidak boleh langsung menyerah dan mundur. Pahami lebih jauh apa yang saingan kita miliki. Setelah paham letak kekuatannya, coba ciptakan hal yang berbeda dan lebih menarik. Ini artinya kita dituntut untuk lebih inovatif dan percaya diri.
  4. Saat ada pembeli yang komplain terhadap penampilan beberapa ketupat yang bonyok. Cobalah untuk menjelaskan dengan jujur kekurangan ketupat kita, beri sedikit pola pikir yang logis dan berbeda agar pembeli bisa memutuskan dengan tepat. Jadikan komplain mereka sebagai sarana untuk memperbaiki kualitas produk kita menjadi lebih baik lagi. Dalam hidup ini, kita tidak akan pernah lepas dari yang namanya kritikan. Saat menghadapi kritikan, ada dua hal yang mungkin akan dihadapi oleh seseorang , pertama : ia akan semakin kuat dan menjadi lebih baik, kedua : ia akan menjadi orang pesimis yang selalu menyalahkan diri sendiri dan hampir kehilangan kepercayaan diri untuk melakukan sesuatu. Hasil dari dua kemungkinan itu tergantung pada bagaimana sikap kita dalam menghadapi kritikan. Jika kita menghadapi kritikan dengan hati yang lapang, sembari menjadikan kritikan tersebut sebagai bahan introspeksi dan sarana meningkatkan kualitas diri, insyaAllah kita akan terlahir kembali sebagai pribadi baru yang lebih kuat dan lebih baik.
  5. Saat saya memberikan promosi lisan tentang ketupat saya kemudian para pembeli berdatangan.
Dalam hidup ini, tidak semua orang tahu siapa kita, bagaimana perasaan kita, apa yang kita mau, apa hal yang membuat kita unik dari yang lain dsb. Terkadang kita butuh memberitahukan kepada orang lain tentang diri kita karena orang-orang bukanlah Tuhan atau orang awam mengatakan dukun yang serba tahu apa yang kita mau. Meskipun sebenarnya sudah jelas bahwa saya menjual ketupat, kadang orang tidak paham bahwa sayalah penjual ketupat itu dan saya ingin mereka membeli ketupat saya. Begitu halnya dalam hidup, kita tidak boleh marah-marah atas ketidaktahuan orang terhadap hal-hal yang kita alami jika kita tidak memberitahu mereka. Mereka hanya manusia biasa pada umumnya yang hanya menilai dari apa yang mereka lihat. Seperti saat kita menjalani wawancara kerja ataupun wawancara kepanitiaan, interviewer belum tentu tahu apa yang kita inginkan sehingga kita harus yakin dalam mempromosikan diri kita. (Tapi jangan juga tiap melakukan kegiatan sosial atau berbuat baik langsung update atau upload foto di Facebook lhoo :p. Menginginkan agar orang lain tahu dan memuji kebaikan kita itu namanya riya hahahah...)
  1. Saat godaan lawan jenis datang. Jangan langsung memberikan respon positif. Kamu bukan barang murah yang bisa dibeli oleh siapa saja. Hanya orang-orang kayalah yang bisa membelimu dengan harga mahal....#Kode

Hmmm...baiklah....
Inti dari semua yang saya ceritakan itu adalah “Hidup ini adalah perjuangan. Setiap perjuangan membutuhkan kesungguhan dan setiap kesungguhan membutuhkan kesabaran “

Semoga bermanfaat!
Semangaaaaat!

Komentar