Batal
ikut Kuliah Kerja Nyata ke Papua?
Ahh fakta yang menyakitkan.......
Dari awal saya menjadi mahasiswa baru UI,
saya sudah memiliki keinginan yang begitu kuat untuk mengikuti kegiatan ini.
Ya, kuliah kerja nyata(K2N) UI adalah sebuah kegiatan yang bagi saya amat
sangat menantang. Bayangan saya waktu itu adalah saya akan berada di sebuah
wilayah perbatasan yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota, bahkan bisa jadi
saya akan ditempatkan di daerah yang sangat terpencil yang tidak ada di peta
Indonesia. Saya membayangkan saya akan mengajari anak-anak baca tulis,
memberikan pemahaman kesehatan dan pola hidup yang baik kepada masyarakat,
membatu kegiatan pembangunan desa, dan mengembangkan potensi-potensi penduduk
di wilayah perbatasan. Saya ingin mereka merasakan kasih sayang dari saudaranya
sesama Indonesia, saya ingin mereka merasakan bahwa mereka punya Indonesia dan
mereka adalah bagian dari Indonesia.
Tahun pertama kuliah, saya tidak bisa
mengikuti kegiatan ini karena SKS saya belum mencukupi. Tahun kedua kuliah,
lagi-lagi saya belum bisa mengikuti seleksi karena amanah-amanah organisasi
saya yang mustahil saya tinggalkan. Dan tahun ketiga –yang juga tahun terakhir
saya- ini saya mencoba menakar keberuntungan saya dengan mendaftarkan diri
melalui seleksi. Dimulai dari seleksi esai, seleksi wawancara, seleksi
kesehatan dan katanya mau ada seleksi satu lagi yaitu seleksi bina mental.
Setelah lolos seleksi kesehatan, saya mulai
mempersiapkan segala perbekalan yang saya butuhkan kesana. Kenapa ini saya lakukan?
karena berdasarkan perkataan teman-teman eks K2N bahwa semua yang terpilih
seleksi wawancara sudah pasti diberangkatkan.
Namun kenyataan menujukkan hal yang jauh
berbeda. Koordinator program -sebut saja mbak U- pada tanggal 15 Juni
mengatakan bahwa tidak semua dari kami akan diberangkatkan karena Hercules dan
transport yang tidak mencukupi. Kami dihimbau untuk benar-benar berkompetisi
dalam seleksi bina mental di marinir Cilandak yang akan dilakukan selama 4 hari
mulai tanggal 20-24 Juni nanti. Peserta yang fiks akan diumumkan malam hari
pada tanggal 23 Juni.
Mendengar pernyataan tegas mbak U tersebut,
saya agak keder karena mbak U juga mengatakan bahwa “yang tidak bisa renang
silahkan langsung mundur dari sekarang”. Akhirnya saya putuskan saat itu juga
untuk belajar renang. Saya sangat takut dengan air karena saya pernah tenggelam
di kolam renang. Saking inginnya saya lolos seleksi, saya coba mati-matian
belajar renang dari 2 orang teman saya. Meskipun saya belum bisa berenang
secara total, tapi saya terus belajar dengan harapan saya bisa renang saat
seleksi nanti. Hasilnya, selama 2 hari itu saya minum air kolam lebih dari 8
gelas per hari karena “salah napas” di dalam air -_-“
Tanggal 19 Juni saya mempersiapkan semua
perbekalan saya dalam dua ransel yang berbeda. 1 ransel untuk bina mental dan 1
ransel berisi perbekalan selama 1 bulan di Papua. Semuanya sudah saya
perhitungkan baik-baik karena saya akan menghabiskan bulan puasa di sana.
Sesaat setelah saya selesai packing, saya mendapatkan sms pemberitahuan pertama
dari panitia K2N bahwa peserta yang akan ikut bina mental harus berkumpul di
PPMT ba’da Isya dan tidur disana agar tidak telat pada pemberangkatan pukul
04.00 di tanggal 20nya. Tiga puluh menit kemudian datanglah sms kedua yang
memberitahukan bahwa peserta sudah di cut oleh Mbak U menjadi 109 orang. What?
are you kidding now?. Tanpa banyak berkomentar saya langsung membuka pengumuman
di website resmi kampus saya dan saya langsung tidak bisa berkata-kata lagi
setelah tahu bahwa nama saya tidak ada di daftar. Sakit hati, mungkin itu
perasaan yang cukup menggambarkan. Apa alasannya? apa yang menyebabkan kami, 38
orang, di cut semena-mena tanpa alasan yang jelas?. Dan setelah ditelusuri
lebih lanjut, ternyata panitia mengecut hanya dengan mengurutkan “jam
kedatangan” saat briefing pertama tanggal 15 Juni kemarin. Oh pantas saya tidak
lolos. Saat itu saya ingat benar bahwa saya telat 45 menit karena saya
berangkat dari Tangerang untuk MENGAMBIL SEPATU yang wajib dibawa saat bina
mental. Ah tragisnya....
Jujur, saya bisa menerima jika saya di cut
karena alasan2 yang logis misalnya wawancara saya tidak meyakinkan, esai saya
jelek, saya tidak lolos tes kesehatan dsb. Tapi untuk hal “telat” ini saya
tidak bisa terima karena memang panitian tidak pernah menginformasikan bahwa
briefing ini wajib diikuti dan akan dipertimbangkan dalam seleksi.
Astaghfirullah...astaghfirullah.... saya
mencoba menenangkan diri saya sendiri. Sekilas, saya memandangi 2 ransel saya
dan beberapa rencana aksi yang akan saya lakukan disana. Ah yasudahlah mungkin
saya lebih dibutuhkan disini, saya mencoba berbaik sangka...
Setelah saya tahu bahwa saya tidak akan
berangkat K2N, saya segera menghubungi teman-teman panitia Studi Ekskursi
(STUDEK) dan memutuskan untuk ikut Studek yang rencananya akan dilaksanakan
selama 7 hari. Setelah semuanya selesai, saya memutuskan untuk tidur. Ya, bagi
saya tidur itu adalah pelarian terbaik dimana saya bisa melupakan segala
kesedihan-kesedihan saya.
Jam 03.00 saya bangun dan mendapati 1 sms
dari panitia yang isinya kurang lebih menyuruh peserta yang merasa namanya
dicoret dengan tidak adil untuk segera ke PPMT maksimal pukul 04.00. Mereka
memberi kami kesempatan untuk memohon ijin ke mbak U agar bisa mengikuti
seleksi bina mental di marinir. Sontak saya merasakan galau yang luar biasa.
Saya baru saja memohon-mohon ke teman-teman agar bisa ikut Studek, tapi apakah
saya akan membatalkannya begitu saja untuk sesuatu yang tidak pasti?. Setelah
bertanya ke orang tua, kedua orang tua saya lebih meridhai saya ikut Studek dan
malah melarang saya ikut K2N karena mereka tidak suka dengan kesemena-menaan
panitia. Jika belum berangkat saja sudah semena-mena, bagaimana jika sudah
sampai disana mereka juga semena-mena?, itu yang mereka katakan. Saya mencoba
untuk meyakinkan mereka bahwa saya akan mencoba ikut lagi seleksinya, tapi pagi
itu mama saya yang biasanya tidak melarang saya dengan tegas mengatakan : “Dek,
mama gak ridha kamu berangkat”. Pendek, tapi cukup membuat saya tidak bisa
melawan. Saya tidak mau berangkat tanpa ridha orang tua saya.
Pada akhirnya saya mencoba untuk melapangkan
hati saya. Saya mencoba untuk berpikir realis tentang positif dan negatif kalau
saya tetap nekat berangkat. Dan bismillah, tahun ini saya tidak akan berangkat
K2N J. Semoga
Allah dan orang tua saya ridha dengan keputusan saya J
Terimakasih teman-teman atas segala doa dan
dukungannya, mohon maaf jika saya mengecewakan J
Komentar
Posting Komentar