Langsung ke konten utama

Mengapa kita tidak boleh menciptakan keputusasaan pada orang lain?




Kisah pertama
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda :
Pada jaman Bani Israil dulu, hidup dua orang laki-laki yang berbeda karakternya. Salah seorang suka berbuat dosa dan yang lainnya rajin beribadah. Setiap kali orang yang ahli ibadah ini melihat temannya berbuat dosa, ia menyarankan untuk berhenti dari perbuatan dosanya. Suatu kali orang yang ahli ibadah mendapatinya berbuat dosa, maka ia berkata :’Berhentilah dari berbuat dosa’.Dia menjawab:’Jangan pedulikan aku, terserah Allah akan memperlakukan aku bagaimana. Memangnya engkau diutus untuk mengawasi aku?’. Laki-laki ahli ibadah itu menimpali :’Demi Allah, dosamu tidak diampuni olehNya atau Dia tidak akan memasukkan kamu ke dalam surga’. Kemudian Allah mencabut nyawa kedua orang itu, kemudian mereka berdua menghadap Allah Rabbul’Alamiin. Allah SWT berfirman kepada lelaki ahli ibadah, “Apakah kamu lebih mengetahui daripada Aku? Ataukah kamu dapat merubah apa yang telah berada dalam kekuasaan tanganKu?. Kemudian kepada ahli maksiat Allah berfirman “Masukkah kamu ke dalam surga berkat rahmatKu”. Sementara untuk ahli ibadah Dia berfirman(kepada para malaikat“Masukkan orang ini ke neraka”
(Hadist shahih diriwayatkan oleh Ahmad, 2/323;Abu Dawud,4901;Ibnul Mubarak dalam kitab az-Zuhd,314;Ibnu Abi Dunya dalam Husn az-Zhan,45; al-Baghawi dalam Syarh as-sunah, 14/385). Dipetik penulis dari buku : 61 Kisah Pengantar Tidur, karya : Muhammad bin Hamid

Pelajaran yang dapat dipetik :
1.     Anjuran untuk senantiasa beramar ma’ruf dan nahi munkar
2. Hendaknya seseorang segera berhenti dari kemungkaran dan melepaskan diri dari kemaksiatan tersebut saat diingatkan dan silarang, dan hendaknya tidak meneruskan dosa itu dengan keras kepala dan sombong
3.    Larangan membuat orang lain putus asa dari rahmat dan ampunan Allah
4.    Beratnya sanksi mengucapkan sesuatu atas nama Allah tanpa didasari ilmu
5.    Luasnya rahmat Allah, Rabb seluruh alam. Seseorang dapat menikmati surga bukan semata-mata dari amalan yang mereka lakukan, tapi dengan rahmat dan kemurahan Allah. Jangan merasa sombong seolah-olah merasa lebih shalih dari yang lain
6.    Seseorang yang memastikan orang lain masuk surga atau neraka, berarti dia telah mengakui memiliki sifat ketuhanan dan Allah tidak menyukai ada yang menyekutukan kekuasaannya

Kisah kedua
Dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Pada zaman dahulu diantara umat-umat sebelum kalian ada seorang yang telah membunuh 99 orang, kemudian ia mencari-cari orang yang paling alim(pandai) dinegeri itu, maka ia ditunjukkan kepada seorang pendeta dan menceritakan bahwasanya dia telah membunuh 99 orang, lalu bertanya apakah masih diterima taubatnya. Jawab sang pendeta ‘Tidak, taubatmu tidak akan bisa diterima’. Lantas orang itu membunuh sang pendeta tadi sehingga genaplah menjadi 100 orang. Ia pun mencari-cari lagi orang yang paling alim di negeri itu, maka ia ditunjukkan kepada seorang yang alim. Dia menceritakan bahwa ia telah membunuh 100 orang, maka apakah taubatnya masih bisa diterima. Orang yang alim itu menjawab ‘Ya, masih bisa. Siapakah yang dapat menghalangi seseorang untuk bertaubat?’ Pergilah ke daerah fulan karena penduduk di daerah itu menyembah Allah SWT. Sembahlah Allah bersama-sama dengan mereka karena perkampunganmu adalah tempat tinggal yang buruk.
Maka pergilah orang itu, setelah menempuh jarak kira-kira setengah perjalanan ia mati. Kemudian malaikat Rahmat dan malaikat Azab bertengkar. Malaikat Rahmat membela dengan berkata ‘Ia berangkat ke sana untuk benar-benar bertaubat dan menyerahkan dirinya dengan sepenuh hati kepada Allah SWT. Sedang malaikat Azab berkata ‘Sesungguhnya ia belum pernah berbuat kebaikan sedikitpun’
Lantas seorang malaikat datang dalam bentuk manusia, dan kedua malaikat itu bersepakat menjadikannya sebagai hakim. Malaikat yang menjadi hakim itu berkata ‘Ukurlah oleh kalian jarak menuju daerah itu dan ke daerah yang dekat itulah ketentuan nasibnya’. Maka mereka mengukurnya, dan ternyata mereka mendapatkan daerah yang dituju itulah yang lebih dekat, dengan demikian orang itudicabut nyawanya dan diterima oleh malaikat Rahmat.
(HR Al Bukhari, 3470;Muslim, 2766)


Dua kisah diatas memberikan pelajaran kepada kita bahwa sejatinya rahmat dan kasih sayang Allah begitu luas untuk kita. Kisah diatas mungkin lebih menekankan pada larangan membuat orang lain menjadi putus asa dari rahmat Allah dalam hal bertaubat dari dosa dengan taubatan nasuha. Namun disini saya akan membahas pada aspek yang lebih luas. Ya, disini saya akan membahas suatu hal yang saya dapatkan inspirasinya dari kejadian yang saya alami 4 hari ini.

Kala itu saya sedang asik membaca buku yang baru saya beli. Biasanya kalau sudah membaca buku, konsentrasi saya hanya tertuju pada buku yang saya baca. Tetapi entah mengapa konsentrasi saya benar-benar buyar saat saya mendengarkan percakapan antara 2 orang disamping saya. Satu orang bercerita bahwa ia ingin melanjutkan kuliah di sebuah universitas, satu lagi menyambut perkataan sianak itu dengan ledekan-ledekan dan analisis -yang katanya- berdasarkan realita. Ujung-ujungnya bisa saya tebak, orang tersebut membuat si "pemimpi besar" menjadi ragu dengan apa yang dia ucapkan. Dia meragukan bahwa dia bisa mencapai apa yang ia cita-citakan. Bisa jadi saat ini dia menganggap segala sesuatu tidak akan mungkin terjadi, dan yang paling saya khawatirkan adalah "Dia berputus asa dari rahmat Allah"

Hal ini sangat mengganggu saya. Saya selalu mempertanyakan kepada setiap mereka yang pandai membuat orang lain berputus asa "Apa salahnya jika seseorang punya mimpi?", dan ia menjawab "Ya dilihat dari realita lah, mana mungkin bisa, dia begini dan begitu, keluarganya begini dan begitu, kondisi ekonominya begini dan begitu".

Sebenarnya, jauh sebelum ini, saya sendiri pun pernah mengalami kejadian yang sama. Saat saya kelas 1 SMP, saya selalu mengatakan pada orang bahwa saya ingin kuliah di Universitas Indonesia dan saya selalu menjadi bahan tertawaan teman dan salah seorang guru saya "Mana bisa kamu kuliah di UI, kalau kamu bisa kuliah di U*S saja , saya akan bertekuklutut dihadapanmu!". Ya, saya ingat betul, itu adalah janji seorang guru yang sangat killer saat itu.

Sekarang bisa anda lihat. Saya benar-benar kuliah di UI. Meskipun guru itu sempat membuat saya putus asa, namun kata-katanya yang menyakitkan justru semakin menjadi bahan bakar yang siap membakar semangat saya untuk belajar dan berusaha lebih keras lagi seperti saat ini

Seandainya setiap orang tua berperilaku sama dengan yang saya temui saat itu, apa yang akan terjadi dengan anak-anak mereka? anak-anak dikekang untuk bermimpi besar. Mereka diberikan pagar limitasi untuk berjuang lebih dalam mewujudkan apa yang mereka cita-citakan. Orang tua tersebut benar-benar tidak mempercayai kemampuan anaknya sendiri

Saya pikir, saat ini masalah terberat yang dihadapi oleh masyarakat tingkat bawah bukan persoalan kebodohan. Bukan, sama sekali bukan. Percaya atau tidak, menurut saya, mereka yang berasal dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi cenderung mempunyai motivasi belajar yang lebih tinggi daripada mereka yang kaya raya. Kebanyakan sampel yang saya temui, justru anak-anak dari keluarga kurang mampu itu pintar-pintar. Masalah yang perlu mendapat perhatian serius adalah adanya KRISIS PERCAYA DIRI. Dalam krisis percaya diri ini masyarakat mengukur segala sesuatu dengan parameter MATERI. Jika mereka tidak mempunyai uang, seolah-olah mereka tidak bisa berbuat apa-apa

Saya teringat dengan petikan sebuah kalimat yang sengaja kami tampilkan pada presentasi kami ke sekolah-sekolah :
Orang yang realis tahu kemana mereka akan pergi, tetapi pemimpi telah sampai pada tujuan itu

Orang yang terlalu realis akan menghabiskan waktu mereka untuk berhitung. Mereka banyak menghitung, mereka selalu menimbang, mengingat, menimbang...melihat resiko, menghitung resiko dsb. Orang tipe seperti ini memang mempunyai kelebihan "mereka akan lebih siap menghadapi situasi, jika perhitungan mereka benar"
Tapi menurut saya, orang seperti ini juga memiliki kelemahan mereka terlalu banyak berhitung, saking banyaknya hitungan, mereka semakin takut melangkah pada tahap yang lebih tinggi.

Saya sangat suka membaca tulisan-tulisan pak Rhenald kasali. Jika anda tanya mengapa, karena tiap membaca tulisan beliau, saya merasa terpacu untuk bermimpi da beraksi lebih banyak lagi. Pola pikir pak Rhenald adalah pola pikir pengusaha, beliau bukan type orang yang "banyak berhitung". Tiap kali punya ide, segera beliau realisasikan tanpa menunda-nunda lagi.

Nah, balik lagi nih ke topik(maklum, penulis amatiran memang suka berputar-putar). Saya ingin mengatakan bahwa selama Anda tidak bisa membuat orang lain menjadi bersemangat, jangan membuatnya menjadi orang yang berputus asa. Kenapa? RAHMAT ALLAH ITU LUAS BUNG!  
Saat kita percaya bahwa Allah tidak pernah tidur, saat itu juga seharusnya kita percaya bahwa Allah selalu melihat usaha-usaha kita. Allah tidak akan pernah mengingkari janjinya untuk memberi segala sesuatu kepada hambaNya sesuai dengan apa yang telah ia usahakan....

Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan usahanya itu kelak akan Allah tunjukkan padanya”
(QS. An Najm: 39).

"Barang siapa bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan bukakan jalan keluar baginya dan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka…"
(QS. Ath-Thalaq 2-3)





Sragen, 17 Januari 2013
Rosita Handayani



Komentar