Langsung ke konten utama

Mendefinisikan kepintaran dan kebermanfaatan


"Ros, ajari aku persamaan liner dua variabel", kata teman sebangku saya saat SMP.
"Oh..PR kemarin ya? Samaaa...aku juga belum mengerjakan", jawab saya sembari beracting meyakinkan. Padahal sejatinya saya sudah selesai mengerjakan PR itu tanpa hambatan yang berarti. Kalau saya mau sedikit berwelas asih, harusnya saat itu sy bs mengajari teman saya untuk mengerjakan.

Takut disaingi kepintarannya. Mungkin itulah alasan sederhana saya semasa kanak-kanak dulu. Pola didikan di sekolah yang kompetitif mau tidak mau memaksa saya unt tumbuh menjadi anak yg ambisius, selalu ingin menjadi yang nomor satu...yang paling pintar di sekolah. Sehingga saya menjadi orang yang enggan berbagi ilmu J.

Harusnya saya bersyukur krn Allah mengaruniakan saya kemampuan menangkap pelajaran dengan cepat. Tapi rupanya tindakan saya tidak mencerminkan rasa syukur itu. Ada yang terlupakan. Bahwa tidak semua orang memiliki kemampuan sama seperti saya... mungkin ada beberapa orang yang memiliki kelemahan di bidang yang saya kuasai, namun mereka memiliki kelebihan di bidang yang tidak saya mengerti. Di titik inilah harusnya terjadi mekanisme tolong menolong dan bekerjasama.

Rupa-rupanya. Sikap enggan berbagi ilmu itu tidak hanya terjadi pada saya di masa kanak2 dulu. Sampai sekarang terus menjadi budaya di kalangan pelajar kita. Akibatnya dalam satu kelas sering terjadi kesenjangan prestasi. Ada yg pintar sekali (dengan definisi nilainya selalu bagus) ada yang *maaf* bodoh sekali (selalu mengulang ujian tp nilainya ttp saja jelek).

Hmm...bagaimana kalau kita sedikit memodifikasi definisi pintar?. Anak yang pintar tidak hanya mereka yang nilainya selalu bagus, tetapi juga anak yang memiliki manfaat yg luas unt teman2nya. Bayangkan saja kalau tiap anak mau berbagi ilmu sejak dini. Ingatan anak itu makin kuat (karena dia berulang2 mengucapkan), anak yg krg pintar bs terbantu unt naik level (biasanya anak2 akan lbh mdh mengerti jika temannya yg menjelaskan), tugas guru dan orang tua pun jd bisa mjd lbh ringan.

Kalau budaya berbagi ilmu ini di bawa hingga dewasa...alangkah indahnya negeri ini. Anak2 mudanya bisa saling membuka tangan unt berkolaborasi, akan muncul ahli2 yg juga memahami bidang lain, dan akan terjadi komunikasi efektif unt memecahkan persoalan2 bangsa yg butuh dirundingkan dg banyak kepala.

Sedari kecil, anak2 harus diajari bahwa menjadi anak pintar itu penting...dan menjadi bermanfaat itu hebat.

Kita bisa naik tanpa membuat orang lain menjadi rendah.

Karena lompatan kita dihitung bukan dari posisi relatif kita thdp org lain. Tapi dari kedudukan awal kita dahulu dengan kedudukan kita saat ini.

Komentar