Langsung ke konten utama

Kebahagiaan Terbesar Orang Tua

Setelah sekian lama tidak menulis, akhirnya hari ini saya memaksa diri untuk menulis. Mohon maaf untuk beberapa adik-adik yang ((bahkan)) kirim sms ke saya atau mengirim email supaya saya menulis lagi. Alhamdulillah...daripada saat di kereta saya hanya tiduran saja, lebih baik saya menulis sesuatu. Kebetulan hari ini saya tidak membawa buku bacaan, jadi mungkin saya bisa menjadikan kegiatan menulis ini sebagai kegiatan bermanfaat yang bisa saya lakukan hingga saya sampai jakarta pukul 10 pagi nanti.

Semoga bermanfaat ya :)


KEBAHAGIAAN TERBESAR ORANG TUA

Tadi malam pukul 9 saya memutuskan keluar kosan untuk mencari makan. Setelah kurang lebih 10 menit muter-muter kosan, tempat makan yang saya tuju ternyata tutup semua. Tidak tahu apa alasan persisnya, tapi mungkin karena sudah mendekati ramadhan dan di ITB sedang masa liburan, jadi pembelinya mulai berkurang.

Saya pun berjalan menuju tempat jualan, sebut saja bu Indah, untuk membeli sate.

Sebelum saya bercerita lebih jauh, saya akan memaparkan kondisi bu Indah terlebih dahulu. Bu Indah adalah wanita tangguh yang di usia senjanya masih bersemangat untuk berjuang menafkahi keluarganya. Usia beliau sekitar 52 atau 53 tahunan. Di komplek kosan kami, bu Indah menjadi orang yang dikenal banyak orang. Beliau kerja serabutan dari pagi hingga sore, kemudian malamnya beliau jualan sate ayam. Dengan postur tubuhnya yang *maaf* kecil, bu Indah tidak pantang menyerah mengantar air galon dari satu kosan ke kosan lain berkali-kali dalam satu hari, dengan bayaran hanya 2000 rupiah tiap mengantar. Tidak tanggung-tanggung, kadang beliau mengangkat galon berisi air itu hingga ke lantai 3 :(.

Disamping mengantar galon, bu Indah juga menerima jasa cuci/setrika baju-baju penghuni kosan saya. Dan dari kabar lain yang beredar, beliau juga menjadi tukang bersih-bersih di area kosan kami. Begitulah bu Indah. Beliau giat bekerja untuk mencukupi kebutuhan dirinya dan anaknya yang bernama Agung.

Saya tidak tahu persis kemana suami bu Indah ini karena yang saya lihat beliau setiap hari hanya bersama dengan Agung, tinggal di sebuah kontrakan mungil di dekat kosan saya. Meski kehidupannya serba sulit, bu Indah ini selalu tersenyum seolah tidak ada beban khusus di pundaknya. Kalau kata beliau “Melihat Agung bisa sekolah seperti teman-temannya saja saya sudah bahagia, Neng”.

Agung..
Ia sama seperti ibunya. Meski baru masuk SMP, Agung sudah sangat terlatih membantu ibunya. Ia kadang menggantikan pekerjaan ibunya ketika sang ibu tidak enak badan. Pagi-pagi sebelum berangkat sekolah ia mengangkat barang laundrian ((yang tidak sedikit jumlahnya)), dan siang setelah pulang sekolah ia biasa mengantarkan galon ke kosan-kosan yang memesan. Tubuh kecilnya membuat saya sering merasa tidak tega....galon itu ukurannya jauh lebih besar dari pegangan kedua tangannya :(. Meski demiikian, Agung tidak pernah mau digantikan. Saya pernah suatu hari menawarkan “Gung, biar kakak aja yang angkat galonnya ke lantai 2”. Dia dengan tenangnya menjawab “Gak teh, biar Agung aja. Teteh awasi Agung aja” :(.

Begitulah sekilas tentang Agung dan Bu Indah.

Kembali pada peristiwa dimana saya membeli sate.

Saat itu pembeli sate bu Indah sangat sepi, hanya saya seorang. Karena tidak ada cadangan sate yang sudah dibakar, bu Indah pun meminta saya duduk menunggu hingga satenya matang. Saya duduk disampingnya, melihat tangannya yang cekatan dalam membalikkan tiap tusuk sate di hadapannya.

Kami pun memulai obrolan.

“Neng, lebaran nanti neng Rosi pulang kampung?”
Iya, insyaAllah bu...saya kangen sama orang tua. Ibu sendiri bagaimana? Apa ibu akan pulang ke Klaten?

“Gak neng, lebaran nanti ibu mau jualan di depan Kebun Binatang, kalau lebaran biasanya kebun binatang banyak pengunjungnya”
Wah, iya ya Bu. Saya teh belum pernah ke Kebun Binatang lho bu. Padahal mah itu dari kosan keliatan. Tinggal loncat aja hehe..emang bagus ya Bu Kebun Binatangnya?

“Lumayan bagus kok Neng. Tiap hewan ada namanya. Ada Atem ((atau Ateng)), monyet. Ada juga Yani, gajah. Tapi Yaninya udah mati sebulan yang lalu. Neng coba deh main kesana”
Hehe baik bu insyaAllah..saya pengen ngajak Agung jalan-jalan nih. Kapan ya dia liburan?

Waaah...bisa-bisa neng. Agung pasti seneng banget. Agung itu ngefans sama Eneng. Bla bla bla...intinya menyebutan kebaikan-kebaikan saya selama ini ((maaf takut riya, jadi tidak usah dituliskan)).
Selain Eneng, ada juga anak ITB yang seperti Eneng. Namanya Bagus...lagi skripsi Neng. Agung pernah bilang sama saya “Bu, apa kita jodohin mas Bagus sama Eneng?”. Saya sampai heran lho Neng, Agung bisa berpikiran seperti itu.
Pokoknya neng sama mas Bagus itu 11-12 lah neng. Mas Bagus suka ngajak Agung jalan pakai motor...kemarin juga nganterin Agung daftar SMP dan bayarin SPP pertamanya. Padahal mas Bagus belum kerja neng...sudah sebaik itu.
Bla bla bla

*saya hanya tersenyum tipis*
Kenapa akhir-akhir ini banyak yang mau menjodohkan saya ya -_____-“

Obrolan kami pun berlanjut. Dan di bagian inilah saya mulai berkaca-kaca mendengar cerita dari bu Indah sebagai orang tua.

Bu, seneng ya liat Agung. Dia itu rajin sekali membantu ibu.

“Iya neng...Ini bumbu kacang, Agung yang numbuk setelah pulang sekolah neng. Daging ayam ini juga Agung yang nusuk-nusukin. Kadang saya gak tega neng, teman-temannya banyak yang main-main. Tapi Agung malah bantuin saya. Sudah disuruh main, tapi dia nolak. Katanya mau bantu ibu saja. Saya jadi merasa terbantu sekali karena bisa sambil nganter-nganterin galon”

Waaah..masyaAllah Agung. Padahal Agung masih kecil ya Bu..berpikirnya sudah seperti orang dewasa. Ibu pasti bangga dengan dia.

“Iya neng, Agung itu kebanggaan ibu. Apa sih yang bisa melebihi kebahagiaan orang tua selain memiliki anak yang shaleh”

Iya bu

Bu Indah pun melanjutkan ceritanya...

“Agung itu shalatnya gak pernah bolong neng....puasa juga. Sejak masih SD sudah rajin ke mesjid, puasanya juga selalu penuh di bulan ramadhan. Sudah begitu neng...agung itu suka membuat ibu terharu....

          [1] Saat saya lama tidak berjualan sate karena gak ada modal
          “Ibu, kenapa ibu tidak jualan? Mana kacang yang mau ditumbuk?”
Untuk sekarang ibu tidak jualan dulu ya Nak.
Esok harinya Agung ngasih uang ke saya neng. Saya bingung darimana dia dapet uang. Saya sempat memarahi karena khawatir dia mencuri....tapi ternyata saya salah neng, selama ini Agung suka bawa-bawa payung buat ojek payung :(

[2] Saat saya nunggak bayar kontrakan
Agung nanya ke Ibu 
“Bu, ibu punya uang untuk bayar kontrakan?”(gara-gara tiap hari pemilik
kosannya nagih).
Ibu pun bilang “Ibu belum ada uang Gung...insyaAllah nanti ibu jelaskan ke pemilik kontrakannya”
Agung langsung bilang gini ke saya neng “Bu, tenang ya. Ibu jangan sedih. Doakan seminggu ini hujan terus supaya Agung bisa ojek payung dan kita bisa bayar kontrakan”
Dan masyaAllah neng...seminggu itu beneran hujan tiap hari neng. Agung langsung ambil payung sepulang sekolah.
Ia pulang menyerahkan sejumlah uang hasil ojek payungnya selama 7 hari ke saya.

Saat menerima lembaran uang yang basah itu, hati saya nangis neng. Anak saya benar-benar berjuang. Berbasah-basahan dengan hujan. Hingga mendapatkan uang yang cukup untuk membayar kontrakan”

Saya yang mendengar ceritanya pun ikut terbawa suasana. Hati saya bergetar tatkala mendengarkannya.

Bu Indah menceritakan betapa bahagianya ia mempunyai anak seperti Agung. Dengan mata berkaca-kaca, beliau menceritakan setiap perjuangan-perjuangan yang dilakukan tangan kecil Agung.

MasyaAllah...masyaAllah...
Agung...telah mengajarkan pada saya bagaimana caranya mencintai orang tuanya.
Ia mengorbannya kesenangannya demi membuat ibunya bahagia.
Ia anak yang tetap semangat belajar, meskipun dalam kondisi kekurangan.

Agung membuat saya belajar...
Bahwa untuk membuat orang tua bahagia, kita cukup menjadi anak shaleh yang senantiasa menyayangi orang tuanya.

Kalau saya lihat kondisi sekarang. Banyak sekali dari kita (mungkin termasuk saya), yang terlalu sibuk mengurusi kepentingan diri sendiri.

Sibuk bekerja...mengejar karir. Punya banyak uang untuk diberikan pada orang tua, tapi tidak punya waktu sedikitpun untuk bertemu mereka.

Sibuk kuliah..mengejar prestasi. Punya segudang prestasi yang membanggakan orang tua, tapi tidak mengingat bagaimana ia bisa sampai pada titik ini : “karena sejatinya semua kesuksesannya adalah bagian dari doa-doa orang tuanya”

Saya tahu...orang tua pasti bangga memiliki anak yang cerdas..anak yang kaya...anak yang karirnya sukses....anak yang dihormati banyak orang. Tapi saya yakin bahwa diatas semua itu, orang tua akan bangga melihat anaknya yang bahagia dan dalam kebahagiaannya itu ia tetap ada untuk orang tuanya.

Sesibuk apapun kita....menunjukkan perhatian pada orang tua itu sangat penting. Menanyakan kabar mereka...mengunjungi mereka....bercerita tentang mimpi-mimpi....dan mengajak mereka pergi ke tempat-tempat yang mereka suka.

Lebih dari itu semua adalah : Mendoakan kebahagiaan mereka.

Apapun yang terjadi...yuk periksa kembali :

Sudahkah kita berusaha membahagiakan kedua orangtua kita?
Sebagaimana Agung berjuang membuat ibunya bahagia memiliki anak sepertinya..


:)


*Saya akan bercerita tentang Agung ini setelah saya banyak menghabiskan quality time dengan dia ya...saya ingin tahu cita-citanya dan menyemangati dia setelah ini.

Komentar