Langsung ke konten utama

Kabisat yang Berat

Bismillahirrahmaanirrahiim ....

Pukul 04.50 handphone saya berbunyi, saya bangun tidur dengan segera, jujur saja, saya sangat trauma dengan panggilan telepon di pagi hari. Rupanya ada 3 missed call sebelumnya. Karena berasal dari nomor yang tidak saya kenal, saya pun menelepon balik. Di seberang telepon, saya mendengar suara yang berat dari kakak saya sambil terisak-isak dalam tangisnya...

Astaghfirullahaladziim ada apa ini?

Pikiran saya makin kacau karena beberapa hari yang lalu mama saya sedang tidak enak badan.

“Dek, mas Teguh gak ada”

Innalillahi wa inna ‘ilaihi roji’uun ....

Saya pun menenangkan kakak, sembari memintanya untuk terus berdzikir dan istighfar. Saya tidak bisa mengguruinya saat itu dengan mengatakan “Mbak, yang sabar ya...mbak ini ujian, kita harus menerima dll”.

Saya segera menelepon mama saya yang pada jam tersebut sedang di Pasar. Setelah memilih kata-kata yang tepat, saya pun berhasil memberitahu beliau. Beliau langsung meninggalkan semua dagangan saat itu juga dan menuju ke Tangerang, tempat kakak saya tinggal.

Setelah menghubungi mama, saya mengabari Bapak. Dan ternyata Bapak sudah tahu sebelumnya karena kakak saya terlebih dahulu mengabari beliau. Suara bapak nampak sangat berat sekali saat itu.... beliau hanya menghela napas pendek “Gimana perasaan anakku sekarang disana?”. “Gimana nasib cucuku setelah ditinggal ayahnya” dll....

Saya tahu. Berita duka ini amat sangat memukul kondisi keluarga kami. Setelah musibah datang bertubi-tubi, kematian kakak ipar saya ini menjadi duka tersendiri bagi kami sekeluarga.

Saya segera menyusun rencana untuk pulang kampung. Mengurus perijinan ke dosen, membeli tiket dan mengabari beberapa teman terdekat saya, meminta doa dari mereka.


Mas Teguh.
Usianya baru 32 tahun, sama dengan usia kakak kandung saya. Kakak saya menikah dengan beliau tahun 2008 silam. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai jagoan lucu bernama Faiz, keponakan kesayangan saya yang saat ini baru berusia 6,5 tahun.

Mas Teguh ini tidak pernah sakit apa-apa. Ia adalah seseorang yang rajin bekerja dan berolahraga. Aktivitasnya banyak dan beliau seolah-olah tidak pernah lelah dengan semua aktivitas itu.

Qodarullah, Allah lebih sayang kepada beliau. Hanya dengan keluhan masuk angin jam 3 pagi, beliau tiba-tiba mengeluh sudah tidak kuat dan meninggal di perjalanan menuju rumah sakit.

Saya bisa merasakan betapa terpukulnya perasaan kakak saya yang menyaksikan langsung orang yang dicintainya itu merintih sakit, kemudian meninggalkannya. Juga Faiz, yang harus bangun jam 3 pagi mengambilkan air minum untuk ayahnya yang sedang sekarat.. :(

Innalillahi wa inna ‘ilaihi roji’uun....
Lagi-lagi Allah menguji kami...
Tapi saya bahagia karena saya memiliki keluarga yang senantiasa menguatkan.

Di balik kesedihannya, Bapak selalu memberikan nasehat pada kakak bahwa apapun yang terjadi, rumah selalu terbuka, kami tetap akan berusaha ada untuk kakak!

Mama...
Wanita yang begitu tenang dan sabar dalam menghadapi cobaan...Beliau selalu menjadi kekuatan baru yang muncul kala kami terjatuh berkali-kali.

Adek...
Setelah kecelakaan yang ia alami, adek semakin dewasa dan mau mengerti kondisi keluarga.

Faiz...
Keponakan mimi yang kuat dan insyaAllah akan tumbuh menjadi anak shalih.
Saat ayahnya meninggal, ia sama sekali tidak menangis. Saya tahu ia sangat bersedih. Tapi ia tidak ingin mamanya tambah bersedih...ia anak-anak yang mendewasa lebih cepat dari usianya.

Kakak....
Demi Allah Mbak, aku bersaksi bahwa engkau adalah sosok kakak yang selalu peduli dan mengalah pada kami, adik-adikmu...
Semoga Allah menguatkanmu mbak....insyaAllah kita bisa melalui semua ini dengan hati yang menang. Hati yang senantiasa berbaik sangka pada Allah, baik dalam kondisi yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan.

Bismillahi....
Satu-satunya doa yang saya minta sekarang adalah : Ya Allah, jagalah kami sekeluarga agar tetap dalam keimanan terbaik....


Aamiin...

Komentar