Tanggal 6 Juni 2014, saya dinyatakan lulus sebagai
sarjana Farmasi melalui sebuah sidang yang diketuai oleh Ibu Dr.Silvia Surini,M.Sc.,Apt..
Hadir juga disana dua pembimbing skripsi saya : Dr.Berna Elya, M.Si.,Apt dan
Dra.Azizahwati, M.Si.,Apt serta dua penguji skripsi : Dr.Rani
Sauriasari,M.Sc.,Apt dan Rissyelly,M.Farm.,Apt.
Saya merasakan kelegaan yang begitu luar
biasa saat dinyatakan lulus. Bukan hanya karena saya lulus, tetapi karena akhirnya
saya bisa menyelesaikan amanah ini tepat waktu.Saya masih merasa shock karena
saya bisa lulus tepat waktu.
Saya merasa, semester 8 ini adalah semester
terberat yang saya hadapi selama saya berkuliah di Farmasi UI. Tidak banyak
yang tahu memang, tetapi pada beberapa halaman ini saya ingin menulis dan
bercerita sebagai ungkapan syukur saya kepada Tuhan yang Maha baik. Kelak,
semoga anak cucu saya nanti bisa mengambil inspirasi dari setiap hal yang saya
lalui.
Semester 8 adalah semester akhir, yang bisa
disebut juga dengan semester skripsi. Pertama kali memilih judul skripsi, saya
sering sekali berkonsultasi dengan dosen pembimbing saya. Ketika banyak
teman-teman yang judul skripsinya sudah ditentukan oleh dosennya, dosen
pembimbing saya ini justru memberikan keleluasaan saya untuk memilih tema
penelitian yang saya inginkan. Karena saya tertarik untuk menguji enzim, maka
saya memilih uji aktivitas enzim sebagai tema besar saya. Awalnya saya sempat
mengajukan satu nama enzim yaitu HMG CoA reductase yang merupakan enzim target
untuk pengobatan hiperkolesterolemia. Bahkan, saya sudah membuat proposal enzim
ini sejak semester 7 yang lalu. Namun akhirnya topik tersebut saya ganti karena
biaya yang terlalu tinggi.
Ibu berna kemudian mengajukan beberapa nama
enzim dan saya disuruh mencari enzim baru yang belum terlalu banyak diteliti,
muncullah dua nama : arginase dan dipeptidil peptidase IV. Singkat cerita, bu
berna tertarik dengan dipeptidil peptidase IV yang merupakan enzim target untuk
penyakit diabetes mellitus dan topik itulah yang kemudian dipilih.
Belum sempat menyelesaikan proposal
penelitian, saya mengalami musibah yang cukup membuat saya terpukul. Laptop dan
beberapa harta benda yang saya miliki raib dicuri orang lain di kosan. Saya
sempat merasa sangat down dengan musibah ini. Dengan hilangnya laptop saya,
saya tidak hanya kehilangan barang berharga pemberian orang tua, tetapi lebih
dari itu, semua data-data penting yang saya miliki hilang tanpa back up.
Termasuk usulan penelitian saya.
Jatuh tidak membuat saya terpuruk. Saya
semakin terdorong untuk membuat lompatan yang lebih tinggi lagi. Sebulan
setelah laptop saya hilang, Tuhan memberikan rejeki lain ke saya hingga saya
bisa membeli laptop. Perjalanan panjang mendapat gelar Sarjana Farmasi pun
dimulai.
Jika boleh sedikit bercerita, saya merasa
bahwa penelitian tim saya ini jauh lebih berat dari penelitian teman-teman lain
sebidang. Jika pada umumnya mereka hanya meneliti satu tanaman, tim saya harus
meneliti masing-masing 10 tanaman.
Selama menjalani penelitian, saya masih aktif
mengajar les privat dan masih harus menjalankan proyek acara yayasan. Jadilah
saya manusia yang berangkat ke kampus pagi-pagi, ngajar les sore-sore,
mengerjakan penelitian malam-malam, pulang ke kosan pagi-pagi buta dan
berangkat ngampus untuk ngelab lagi beberapa jam setelahnya.
Kalau ditanya apa yang saya rasakan. Saya
hanya bisa mengatakan : tepar!. Saya sering sekali alpa makan, tidur sebisanya
sambil duduk jagain alat penelitian, wira-wiri naik angkot untuk mengajar
melewati lintas kemacetan Jakarta yang luar biasa, ditambah dengan kondisi
teman-teman lab yang bisa dibilang sangat serius dan main senggol bacok. Telepon
dari Mama dan Bapaklah yang menjadi hiburan tersendiri untuk saya saat itu,
jauh lebih bisa meredakan rasa capek yang saya rasakan.
Tidak hanya berhenti disitu. Di bulan ketiga
penelitian, saya dan tim mendapatkan musibah lagi. Berkali-kali kami melakukan
pengujian dengan semua metode yang ada, namun hasil yang kami dapatkan tidak
sesuai dengan yang kami harapkan. Hasil yang nihil!. Entah substrat atau enzimnya yang sudah rusak, sampel kami
tidak menunjukkan perubahan apapun saat diuji. Berkali-kali kami berkonsultasi
dengan dosen-dosen pembimbing kami dan mereka pun juga tidak mengerti mengapa
hasilnya demikian. Belakangan kami baru tahu bahwa substrat kami sudah rusak
dan harus beli lagi ke Sigma Singapore, itupun harus menunggu minimal satu
bulan. Uang sudah habis sama sekali, penelitian tidak membuahkan hasil, daaaan…deadline
penelitian tinggal 4 minggu lagi!.
Lagi-lagi saya jatuh. Saya sempat putus asa
dan nekat sms ke dosen : “Ibu, saya tidak apa-apa lulus semester depan. Karena
saya tidak ingin membuat skripsi yang asal-asalan. Saya ingin membuat skripsi
yang berkualitas. Dengan waktu yang sempit ini, apa yang bisa saya lakukan?”,
demikianlah isi sms saya tengah malam kepada dosen yang sudah saya anggap
sebagai ibu sendiri. Saya begitu terharu saat dosen saya menjawab sms saya
tersebut dengan segera : “Rosita, jangan menyerah ya. InsyaAllah ada jalan.
Saya juga tidak akan diam begitu saja. Untuk saat ini kamu uji enzim saya saya
yang masih tersisa (alfa glukosidase) dan alfa amylase. Untuk dipeptidil
peptidase IV.nya kamu pesan lagi saja substrat dan enzim yang baru, nanti tetap
dikerjakan sebagai riset tambahan”.
Melihat dosen saya yang begitu semangat
menyemangati saya, saya pun memilih bangkit lagi. Pagi harinya saya segera
merombak skripsi saya dan mengumpulkan informasi bahan-bahan yang tersedia di
lab. Dengan waktu terbatas itu, saya dan tim mencari metode yang sesuai,
melakukan penelitian-penelitian awal hingga pada tahap penelitian yang
sesungguhnya. Pagi sampai malam kami bekerja mati-matian di lab. Hampir setiap
hari saya lembur di lab untuk mengambil data-data yang dibutuhkan. Pertanyaannya
: bagaimana dengan profesi mengajar?. Jawabannya : tetap saja jalan. Karena
kalau saya tidak mengajar, besok saya jajan pakai uang siapa?. Apa gak capek?.
Menurut kamu? J
Saat kegiatan lab sedang puncak-puncaknya, muncullah
amanah baru yang menagih untuk ditepati. Ya, saya adalah seorang project
officer (ketua pelaksana) untuk proyek peringatan hari anti rokok yang
merupakan salah satu event terbesar di yayasan saya. Saya sempat tertekan
karena harus mengerjakan segala hal dalam waktu yang bersamaan. Saya sempat
meminta maaf kepada teman-teman dengan meninggalkan grup-grup diskusi di media
sosial yang ada untuk fokus sejenak dengan skripsi yang terancam, namun disisi
lain naluri saya berontak : You are leader, you have to take your responsibility
for everything you take.
Waktu, tenaga dan pikiran saya terbagi
dimana-mana. Saya semakin tidak mempedulikan diri saya sendiri. Makan kalau ada
yang mengingatkan, tidur hanya bebrapa jam, tidak mempedulikan penampilan lagi dll.
Hidup serasa berjalan tidak beraturan. Sangat berantakan.
Ditengah berbagai tekanan yang ada, saya
mendapatkan masalah bertubi-tubi di lab tempat meneliti. Walaupun banyak sekali
beban yang ada di kepala saya, namun saya bukan type orang yang menunjukkan
kondisi asli bahwa “saya sedang tertekan”. Saya berusaha sekuat hati untuk
tampil normal tanpa beban. Kecuali pada suatu ketika saya tidak bisa menahan
naluri saya sebagai wanita. Saya sempat sakit hati saat saya dituduh teman saya
menghilangkan alat lab yang mahal, padahal saya merasa yakin tidak
melakukannya. Dan hal menyakitkan yang membuat saya menangis sejadi-jadinya
adalah saat saya difitnah sebagai tukang mengadu dosen. Ada sekelompok teman
yang dimarahi dosen dan mereka menuduh saya yang mengadukannya karena saya yang
paling dekat dengan dosen tersebut. Saya tidak ingin orang melihat saya
menangis. Saya ambil air wudhu, kemudian melaksanakan shalat dhuha dengan air
mata yang bercucuran.
Saya mulai merasa lemah. Saya merasa tidak
seorang pun yang bisa membantu saya karena mereka tidak paham dengan apa yang
saya rasakan. Tapi rupanya Allah tidak demikian, Ia begitu baik membukakan mata
saya bahwa ia sedang merindukan saya. Ia memberikan saya ujian bertubi-tubi
agar saya kembali mendekat dan bersimpuh dihadapannya. Bukankah kekasih yang rindu akan melakukan segala hal agar orang yang
dicintainya itu datang kepadaNya? J.
Perlahan tapi pasti, Allah pun menepati
janjinya. Perlahan-lahan, amanah demi amanah berhasil saya selesaikan. Proyek
WNTD dilaksanakan dengan sukses melebihi ekspektasi. Dan Allah memberikan bonus
lainnya : saya menjadi golongan pertama yang maju sidang karena dianggap sudah
siap.
Sekarang, saya membuat tulisan ini sambil
tersenyum bahagia. Saya semakin percaya : Ketika
kita percaya bahwa Allah akan menolong kita, maka Allah akan mengirim tanganNya
dari arah mana saja untuk membantu kita. Ketika kita melakukan sesuatu dengan
sebaik-baiknya usaha, Allah akan memberikan kepada kita sebaik-baiknya balasan.
Dan jangan lupa satu hal : Ketika kita jatuh, bangkitlah dan buatlah
lompatan yang lebih tinggi! Agar kita bisa merasai bagaimana nikmatnya terbang
setelah terdampar dalam keterpurukan.
Kini, saya masih menunggu datangnya 29
Agustus. Pada hari itu saya ingin berdandan agar cantik sembari memakai toga
dan mengatakan ke Bapak saya : “Bapak, aku lulus sarjana. Aku menepati janjiku.
Sekarang aku sudah lulus dengan nilai cumlaude” J.
Menunggu hingga waktu itu tiba J
wow nice banget kak ceritanya, sungguh menginspirasi memberi semangat, semoga Alloh memudahkan jalan untuk langkah kakak selanjutnya aamiin
BalasHapusnice story... terimaksih sudah menjadi inspirasi....
BalasHapus