Cuplikan salah satu cerpen dalam buku "Dua tangisan pada satu malam", karya Puthut EA. Malaga , lelaki berpunggung terbuka, ini malam pada hitungan tak terhingga, ketika kau sungkurkan tubuhmu di pangkuanku –sehingga benar-benar kuhapal peta punggungmu—napas pedih menyebar di kedua pahaku, semenjak itu aku sangat tahu, Malaga ... ada suatu saat di dalam hidup ini yang pantas kita ingat, bukan karena sedih dan gembira, bukan karena berkah dan petaka. Suatu saat yang pantas diingat tanpa alasan-alasan, tak butuh segala penjelasan. Di depanku membentang selat yang seram, di kedalamannya yang tak tertembus cahaya, sebuah kerajaan berdiri tanpa keriangan, di sana, mungkin, segala kapal yang karam berkumpul. Senja yang memerahi tubuhmu adalah sebuah senja yang sengit. Dan, aku tahu, kepergianmu tanpa kepulangan. Selat yang seram itu pasti menggulungmu. Aku tidak menangis, Malaga, sebab perempuan sepertiku sudah semenjak kecil tidak dibiasakan dengan tangisan dan tert...
Ikatlah ilmu dengan menulis :)