Haiii...selamat hari Minggu!
Pada kesempatan ini, saya ingin sharing tentang
makanan-makanan yang saya suka di sekitaran ITB. Oiya, yang mau saya share ini
makanan di pinggir jalan ya hehe. Aspek pertama yang saya lihat tentu saja
rasa, dan keterjangkauan harga hehe. Faktor ketiganya adalah sistem sanitasinya
yang gak jorok-jorok amat.
Selama di Bandung, saya harus beradaptasi kuat soal makanan.
Bayangkan, orang Sunda disini kalau masak asiiiiiiiinnya masyaAllah. Saya di
rumah kalau masak asin dikit, Bapak saya langsung complain “Nduk, kamu ini
masak sambil melamunin pacar ya?”, begitu. Nah kalau di Bandung ini hampir
semua masakannya asin-asin hiks. Akhirnya saya suka kulineran untuk mencari
makanan yang cocok di lidah saya.
Oiya, Bandung ini termasuk surganya kuliner. Kreatif banget
kotanya. Gak cuma dari sisi seni, olahraga, desain, tata kota dll, tapi kota
ini menyajikan tempat makan yang unyu-unyu. Kalau Anda mementingkan sisi
instagramable dari sebuah tempat makan, Anda akan bahagia berada di resto-resto
yang ada di Bandung. Tapi saya tidak akan membahas itu, justru saya akan bahas
jajanan-jajanan yang ada di tempat yang tidak instagramable sama sekali hihi.
Berikut beberapa makanan yang saya suka dan sering saya beli
karena melegenda di ingatan saya :
1. Gudeg Jogja di samping BALTOS
Selama tinggal di Sragen dan Solo, saya memang suka gudeg.
Jadi dimanapun saya berada, saya akan selalu kangen dengan makanan ini. Cita
rasa gudeg terletak pada ‘kematangan’ nangka yang ada didalamnya. Maksudnya
adalah, gudeg itu kalau makin lama di ‘angetin’ akan makin kering dan makin
enak. Nah, selama di Bandung saya suka survey. Suka nyobain gudeg. Tapi
kebanyakan asiiiin, bukannya manis. Hingga pada suatu hari sehabis olahraga
saya mampir ke Baltos dan menemukan penjual gudeg ini.
Apa yang istimewa?
Gudeg ini rasanya enak. Manis. Tapi gak
kebangetan manisnya. Nangka yang digunakan bener-bener nangka muda jadi gak
akan sering kejebak sama kerasnya biji nangka yang suka nyangkut di gigi.
Sambel goreng kereceknya mantep. Ayam opornya empuk dan bumbunya pas. Sambel
bajaknya juga pas, sesuai sama lidah Jawa.
Berapa harganya?
Kalau gudeg komplit pakai ayam harganya Rp14.000/porsi.
Kalau gudeg komplit pakai telur Rp 10.000/porsi
2. Lontong Kari di depan parkiran FSRD ITB
Lontong kari ini terletak persis di depan pintu masuk
pejalan kaki di parkiran Seni rupa ITB. Berjejer satu komplek dengan bubur
ayam, jus, dan donat panggang. Sebenarnya di Bandung banyak yang jual lontong
kari ayam. Tapi mengapa lontong kari ayam ini istimewa?
Pertama karena tekstur lontongnya. Biasanya penjual kan make
plastik ya buat merebus lontong, tapi Bapak ini pakai daun pisang. Karena
proses merebusnya yang lama, maka dihasilkan lontong yang padat dan pulen. Beda
sama lontong yang dibuat berbalut plastik.
Kedua karena kuah karinya. Kuah kari Bapak ini oke banget
rasanya. Pas. Kental tapi gak lebay santannya. Rasanya kuat tapi gak keasinan.
Dan kuah karinya ini ditaburi dengan kacang kedelai dan bawang goreng. Enak
lah. Dan kalau Anda suka kerupuk, Anda akan senang karena si Bapak akan ngasih
sepiring kerupuk untuk camilannya.
Ketiga karena harganya. Dengan Rp 10.000 kita sudah bisa
mencicipi lontong kari yang dijual bapak ini. Harga yang masih cukup terjangkau
untuk kalangan mahasiswa.
3. Sate Ayam di area Daarut Tauhid
Kalau Kamis malam temen-temen gak ada kegiatan, coba deh
main ke Daarut Tauhid di daerah Geger kalong. Tiap malam jumat ba’da Isya,
disana ada kajian Marifatullah yang di sampaikan oleh AA Gym. Selain materi
kajian yang adem dan menenangkan, yang tak kalah menggiurkan bagi saya adalah
disepanjang jalan Daarut Tauhid sana ada banyak kulinernya wkwkwk.
Salah satu yang jadi andalan saya tiap kesana adalah Sate
ayam!
Sate ayam ini lokasinya di kiri jalan tidak jauh dari akses
masuk ke Daarut Tauhid. Pokokya kalau liat tukang jual sate yang manggangnya
ratusan tusuk dan tempatnya rame, ya disitu lokasi yang saya maksud.
Satenya enak. Bumbu kacangnya pas. Dan harganya Rp 15.000
per porsi. Cobain deh.
4. Es Kelapa Muda ‘Si Madu’ di depan Neutron Tamansari
Saya harus berterimakasih dengan Abang-abang penjual Es
kelapa muda ini. Mengapa?. Karena beliau-beliau, lewat produknya, telah
berhasil membuat saya menyukai susu. Padahal sebelum-sebelumnya saya benci
sekali dengan susu wkwkwk.
Es kelapa muda yang satu ini tidak pernah sepi pembeli.
Apalagi kalau sedang bulan Ramadhan, beuuuuh antriannya panjang sekali.
Mengapa saya merekomendasikan es kelapa muda ini?
Rasanya itu loh. Manis dan seger. Es kelapa mudanya dicampur
susu dan madu, tapi rasanya gak ‘eneg’. Madu yang digunakan pun madu asli yang
masih dirubungi tawon-tawon.
Satu porsinya ditawarkan dengan harga Rp 6.000. Lokasi
jualannya persis di depan Neutron Plesiran. Tidak jauh dari Bank BRI Kebun
Binatang Bandung.
5. Bebek Ali Borromeus
Pertama kali saya suka bebek adalah saat saya berada di
Surabaya. Waktu itu saya makan bebek di dekat taman Bungkul. Tapi saya lupa
namanya apa. Setelah makan, saya bisa menyimpulkan : bebek itu enak ya ternyata.
Nah, tapi ternyata tidak semua bebek yang saya makan rasanya enak. Kadang
amisnya itu yang membuat saya gak suka.
Di Bandung ini, ternyata ada bebek yang enak juga. Namanya
Bebek Ali. Karena lokasinya di samping RS. Borromeus, maka bebek ini lebih dikenal
sebagai bebek Ali Borromeus.
Jujur aja ya, dari segi tempat. Bebek ini enggaaak banget di
standar saya. Liat minyak gorengnya aja saya bergidik. Tapi ya gimana lagi
bebek ini yang paling mantep di lidah saya.
Tenda jual bebek ini baru pasang pukul 17.00. Jadi kalau mau
beli, sebaiknya pukul 17.30 keatas. Harganya Rp 21.000 sudah sama nasi.
Sambalnya bisa minta ‘extra sambal’, kalau suka pedes, enaklah makan disini.
Apa yang istimewa?
Yang pertama tentu saja bebeknya. Bebek disini dagingnya
empuk banget (kayaknya ada treatment khusus, entah direbus pakai buah pepaya
atau sebagainya). Berasa asin, bawang, pas lah dagingnya ini. Daaaan, porsi
bebeknya itu loh, gedeeee. Pilih bebek dada saja, nanti dikasih bebek dengan
kuantitas seperti 1 ekor burung dara hehe.
Yang kedua, di tempat ini ada pengamen yang suka menyanyi.
Suaranya bagus. Bisalaah untuk menghibur. Selain lagu yang dimainkan
bagus-bagus, si Abang pengamen juga suka membuat pantun percintaan yang
lucu-lucu. Saya selalu tertawa tiap kali makan disana.
Yang ketiga, uniknya, si Abang kasir di bebek ini TIDAK
MENGGUNAKAN ALAT HITUNG ketika melakukan totalan pesanan hehe. Beliau akan
mengambil kertas orderan dan kurang dari 10 detik sudah akan selesai menghitung.
“Blablabalabla....81 ribu”...”Bleblablebla 123 rb”. Begitu.
Gimana? pengen nyoba?
6. Susu Jahe di Angkringan depan ITB
Mengapa susu jahe di angkringan ini saya sebut TOP?
Karena susu yang dipakai gak pelit, si Abang biasanya
memasukkan susu kental manis dalam jumlah banyak di gelas sebelum diencerkan
dengan ‘air jahe’. Nah poin pentingnya adalah, jahe yang digunakan merupakan
jahe segar yang direbus dan diambil langsung dari teko panas yang dipanggang
diatas perapian. Jadilah susu jahe hangat yang siap menghangatkan kita dari
dinginnya perasaan-perasaan #lah.
Kalau saya sedang batuk/radang, saya jarang minum obat.
Biasanya minum susu jahe saja di tempat ini. Esok harinya biasanya langsung
sembuh.
Berapa harganya?. Kalau tidak salah harganya Rp 6.000 per
gelas. Angkringan ini baru buka pukul 17.30.
7. Soto Bakso di ‘Kedai Bakso Parkir Timur Seni Rupa ITB’
Saya tahu tempat ini pertama kali gara-gara anak
Farmakokimia yang suka jajan nasi pecel disana hehe. Konon si ibu ini asalnya
dari Madiun, jadi pecel beliau terkenal. Tapi menurut hemat saya, tetep lebih
enak pecel-pecel yang ada di Sragen pokoknya.
Selama kuliah di ITB, tempat ini jadi tempat yang sering
saya beli karena harganya tidak terlalu mahal dan pilihannya lebih bervariasi.
Disini saya tidak membeli nasi pecel, tetapi membeli Soto
Bakso. Lho soto apa bakso nih? Ya begitulah, soto dicampur dengan bakso hehe.
Bumbu sotonya lumayan enak. Dan baksonya itu yang membuat
tambah enak.
Harganya Rp 14.000 tiap porsi.
Monggo dicoba ^^
8. Mie Ayam Keraton “East Corner”
Dulu diawal-awal kuliah, saya sering makan di Kantin East
Corner ITB. Menu yang saya beli tentu saja : AYAM GEPREK!. Tapi seiring dengan
berjalannya waktu, saya sudah tidak kuat lagi dengan pedasnya sambal yang ada
di ayam geprek ini. Ayam geprek tidak mengenal harga cabai yang sempat 200.000
ribu/kg, karena pada kenyataannya sambalnya tetap saja menyiksa. Mulut saya
bilang enak, perut saya yang akhirnya menangis :(
Akhirnya saya beralih beli mie ayam di kedai yang sama. Mie
ayam keraton ini satu tempat dengan ayam geprek. Ada dua porsi yang ditawarkan
: porsi reguler (Rp 12.000) dan porsi jumbo (Rp 16.000). Saya milih mana?.
Tentu saja porsi jumbo...wkwkwk.
sumber gambar : google
Apa yang istimewa?
Rasanya.
Mie ayam ini enak karena bumbu ayamnya enak. Selain itu
pengemasannya tidak menggunakan mangkok porselen/gelas, tetapi menggunakan
mangkok tanah liat. Porsi regulernya menurut saya kekecilan, tapi porsi
jumbonya juga kadang gak habis, jadi tiap kali makan kesana saya pasti ajak
teman.
Demikian beberapa kuliner pinggiran yang pernah saya coba.
Artikel ini akan terus diupgrade seiring dengan bertambahnya referensi saya.
Semoga bermanfaat ya.
“Jangan hanya karena lokasinya di pinggiran jalan, kita
lantas memandangnya dengan sebelah mata...
Ingat, rasa tidak pernah bohong
#kecapbangomode
Vampires in the Enchanted Castle casino - FilmFileEurope
BalasHapusVampires in the poormansguidetocasinogambling Enchanted Castle gri-go.com Casino. worrione.com Vampires in nba매니아 the Enchanted Castle Casino. Vampires in the 나비효과 Enchanted Castle Casino. Vampires in the Enchanted Castle Casino. Vampires in the Enchanted