Sekitar 4 hari yang lalu,
ada seorang kakak kelas yang menghubungi saya dan pertanyaannya ini membuat
saya tidak tenang seharian. Kira-kira begini pertanyaannya :
“Oci, ada gak obat sejenis Lovenox? Atau pengganti untuk lovenox tapi yang halal?”
Singkat cerita, kakak ini sedang hamil muda, menantikan buah hati yang sudah cukup lama ditunggu. Namun karena kondisi tertentu, beliau harus mengkonsumsi antikoagulan. Kasus ini cukup rumit untuk dunia farmasi dan kedokteran, karena hampir semua obat antikoagulan tidak boleh di konsumsi saat hamil. Alasannya sederhana, antikoagulan ini banyak yang dapat menembus plasenta. Konsekuensinya adalah peningkatan resiko gangguan perkembangan janin dan atau keguguran. Hal ini cukup dapat dimengerti apabila kita kaitkan fungsinya sebagai agen anti penggumpalan darah, padahal jelas bahwa janin terbentuk dari segumpal darah yang akan terus berkembang. Nah... yang disebutkan kakak kelas saya tadi adalah obat yang mengandung zat aktif Enoxaparin (suatu heparin berbobot molekul rendah) yang telah melalui berbagai uji klinis dan terbukti paling aman karena tidak menembus plasenta dan saluran ASI.
Masalahnya enoxaparin ini baru di produksi dari organ babi. Kakak kelas saya seorang Muslim, beliau ingin berjuang mencari yang halal dulu. Sebelum dihadapkan pada worst case harus mengkonsumsi obat pilihan dokternya tersebut.
“Oci, ada gak obat sejenis Lovenox? Atau pengganti untuk lovenox tapi yang halal?”
Singkat cerita, kakak ini sedang hamil muda, menantikan buah hati yang sudah cukup lama ditunggu. Namun karena kondisi tertentu, beliau harus mengkonsumsi antikoagulan. Kasus ini cukup rumit untuk dunia farmasi dan kedokteran, karena hampir semua obat antikoagulan tidak boleh di konsumsi saat hamil. Alasannya sederhana, antikoagulan ini banyak yang dapat menembus plasenta. Konsekuensinya adalah peningkatan resiko gangguan perkembangan janin dan atau keguguran. Hal ini cukup dapat dimengerti apabila kita kaitkan fungsinya sebagai agen anti penggumpalan darah, padahal jelas bahwa janin terbentuk dari segumpal darah yang akan terus berkembang. Nah... yang disebutkan kakak kelas saya tadi adalah obat yang mengandung zat aktif Enoxaparin (suatu heparin berbobot molekul rendah) yang telah melalui berbagai uji klinis dan terbukti paling aman karena tidak menembus plasenta dan saluran ASI.
Masalahnya enoxaparin ini baru di produksi dari organ babi. Kakak kelas saya seorang Muslim, beliau ingin berjuang mencari yang halal dulu. Sebelum dihadapkan pada worst case harus mengkonsumsi obat pilihan dokternya tersebut.
MasyaAllah. Inilah yang
membuat saya tidak tenang seharian. Adalah bagaimana saya melihat sikap
kehati-hatian seorang Muslim demi menjaga dirinya dari yang tidak halal.
Kebetulan sehari sebelumnya saya membaca buku “Komitmen Muslim Sejati” karangan
Ust Fathi Yakan yang membahas bahwa sikap kehati-hatian adalah bagian dari
konsep mengislamkan akhlak. Saya tertohok, selama ini kan saya jarang
memperhatikan : “apakah obat ini halal, apakah lipstik ini halal, apakah parfum
ini halal” :(. Sementara di belahan dunia lain, ada orang-orang yang begitu
memperhatikan hal ini sebagai bentuk komitmennya yang konkrit untuk mematuhi
perintah Allah.
Karena saya penasaran,
sayapun memutuskan untuk mencari informasi seputar obat-obatan yang mungkin
akan banyak bersinggungan dengan isu halal haram dalam masing-masing agama ini.
Nah, berhubung saya seorang Muslim dan pengetahuan saya masih cetek, saya mohon
ijin untuk membahas yang berkaitan dengan aturan agama Islam saja ya^^
Kita dan ketidakpedulian.
Pernah gak sih sebelum
membeli sesuatu, kita cermat dan memperhatikan benar-benar apa yang terkandung
dalam sesuatu yang kita beli. Misalnya nih kita beli minuman dalam botol,
pernah gak liat kandungan gula dan nilai kalorinya berapa? Saat beli krim anti
aging, pernah gak liat komponennya apa aja? Saat makan cokelat, pernah gak
memperhatikan bahan tambahannya apa aja? Saat heboh mau beli krim pemutih atau
lipstik, ada yang baca kertas informasi dalam kemasannya gak?
Kalau boleh sedikit
judging, saya pikir : mayoritas dari kita tidak melakukannya!
Asal enak, asal harganya
bisa kita jangkau, asal banyak orang yang mengkonsumsi atau memakainya. Begitu
kira-kira. Disinilah titik dimana rasa skeptis kita akan tergerus. Dan kita cenderung
abai pada hal-hal yang sifatnya lebih esensial, antara lain : “Ini halal gak
sih?”, “Ini baik buat kesehatan gak sih?”, “Efek sampingnya apa sih”. Begitu.
Eh tapi tidak semua begitu
ya, ternyata ada segolongan masyarakat di UK yang concern tentang apa yang
sedang mereka beli atau apa yang dokter berikan pada mereka. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Muslim Council of Britain, dari 50 orang
koresponden dan 18 tenaga kesehatan, hanya 26% pasien yang akan mengkonsumsi
obat yang kehalalannya masih dipertanyakan. Sementara sebanyak 42% menyatakan
bahwa mereka tidak akan mengkonsumsi obat jika mereka tidak yakin tentang
kehalalan obat tersebut, bahkan 58% diantaanya menyatakan akan berhenti mengkonsumsi
obat tersebut jika obatnya jelas-jelas haram menurut apa yang mereka yakini
(Hasil survey dapat dibaca pada booklet : “Informed Choice in Medicine Taking :
Drug Derived from Pigs and Their Clinical Alternatives”, kerjasama dengan
Sanofi Synthelabo).
Ngomong-ngomong soal hasil
survey ini, menurut saya kita tidak bisa
langsung begitu saja menyimpulkan secara hitam-putih bahwa : sebagai
muslim, kita tidak boleh mengkonsumsi obat yang haram!.
Mengapa begitu?
Karena kita juga harus
melihat realitas yang ada dan mempertimbangkan faktor emergensi yang terjadi : “Kalau
memang adanya obat yang terbuat dari material yang haram, apa lantas kita
menyerah pada keadaan?”.
Bagi saya, ini semacam
tantangan kita sebagai seorang Muslim, apalagi jika ia terlibat dalam bidang
kesehatan : “Apa iya obat-obat tersebut mustahil di produksi dari material yang
halal?” “Apa iya kamu akan malas-malasan belajar dan membiarkan
saudara-saudaramu mengkonsumsi obat dari babi terus?”
Arggghh...
Sekilas tentang konsep “Halal”
Halal, dalam terminologi
Arab memiliki arti “permitted, diijinkan”, “allowed, diperbolehkan”, “lawful,
sah secara hukum”, atau “licit, legal”. Ketika kata ini digunakan dalam
hubungannya dengan makanan, obat atau produk kosmetik, halal dapat dipahami
sebagai makanan atau produk farmasi yang boleh dikonsumsi atau digunakan oleh
Muslim (Eliasi and Dwyer, 2002).
Nah, lawan dari halal ini
adalah haram. Regenstein (2003) membagi produk haram ini kedalam 9 golongan
yaitu : 1) hewan yang mati, 2) darah, 3) babi dan produk turunannya : pork,
lard, gelatin, 4) hewan halal yang disembelih tidak dengan mengucap nama Allah,
5) hewan yang disembelih (dibunuh) dengan cara disiksa sehingga menghalangi
darah hewan itu mengucur dari tubuhnya, 6) segala jenis intoksikan, termasuk
alkohol atau khamr, 7) hewan karnivor yang memiliki taring seperti singa,
anjing, serigala, atau macan, 8) burung dengan cakar yang tajam (pemangsa)
seperti elang, burung gagak, burung hantu, dan 9) hewan melata atau yang hidup
di dua alam seperti ular dan katak (Sazili and Che Man (2010).
Alquran sendiri telah
mengatur hal ini secara rinci. Beberapa ayat Alquran yang dapat kita temukan
antara lain :
Surat Al Baqarah [2] : 172
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika
benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.
Al Maidah [5] : 88
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang
Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya.
An Nahl [16] : 114
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah
diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya
kepada-Nya saja menyembah.
Al Mu’minuun [23] : 51
Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan
kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
Al Maidah [5] : 3
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,
(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang
terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang
sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk
berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi
nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir
telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut
kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai
Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa
sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
Nah, cukup jelas kan ya
kalau persoalan “kehalalan” ini banyak disinggung Allah melalui kitabnya?. Saya
bukan orang yang ahli tafsir, tapi saya selalu percaya bahwa perintah Allah
pasti mengandung kebaikan dan bertujuan menghindarkan kita dari hal yang tidak
baik. Ada beberapa yang bisa kita logika : misal khamr, babi....ada beberapa
yang memang sampai sekarang kita tidak tahu alasan pastinya. Bukan karena
perintah tersebut tidak masuk akal atau tidak logis, tetapi karena logika kita
belum mampu menjangkaunya. Kalau kamu punya pendapat yang berbeda, ya
monggo...karena bagi saya hubungan seorang hamba dengan Rabbnya itu hanya dia
dan Allahlah yang tahu, saya tidak punya hak untuk menilainya :)
Beberapa produk yang menjadi kontroversi dalam isu agama dan
budaya
Berbicara tentang isu
agama/budaya, sebenarnya gak cuma Islam saja lho yang memberikan larangan
terhadap produk/bahan makanan tertentu, agama lain juga ada larangan dan
himbauannya. Kalau Islam sudah jelas lah ya. Nah kalau yang lain? Kita bisa
ambil beberapa contoh misalnya umat Hindhu tidak boleh mengkonsumsi produk dari
sapi, umat Budha dihimbau untuk menghindari makanan hewani, orang Yahudi tidak
boleh mengjonsumsi babi, dsb. Daftar lebih jelasnya bisa dilihat dalam tabel
berikut :
Lalu apa saja produk-produk
yang perlu diperhatikan dalam farmasi terkait isu ini?.
Kebanyakan produk tidak
halal di pasaran yang ditemukan, berasal dari babi, atau derivatnya seperti
pork, lard, gelatin, tetapi tidak terbatas pada bahan tersebut. Selain
ditemukan pada produk makanan sehari-hari, bahan-bahan tersebut dapat ditemukan
dalam produk kesehatan diantaranya :
1. Insulin
Insulin adalah obat yang
digunakan dalam pengobatan Diabetes Mellitus (orang lebih akrab dengan nama “sakit
gula”). Awalnya, insulin diproduksi dari pankreas babi. Hal ini berlangsung
cukup lama hingga ditemukan insulin dari sapi dan insulin rekombinan yang
disintesis dari manusia. Insulin dari babi ini masih sering digunakan (sekitar
17% produk insulin merupakan insulin babi), namun seiring berkembangnya
teknologi, alhamdulillah human insulin dan insulin dari sapi lebih banyak
digunakan dengan persentase masing-masing sebesar 70% dan 8%.
Penggunaan babi sebagai
material dasar insulin dapat dipahami karena insulin yang dihasilkan babi ini
memiliki kemiripan yang tinggi dengan insulin yang ada dalam tubuh manusia
(kalau tidak salah hanya berbeda dua asam amino saja). Insulin sapi memiliki
cukup banyak perbedaan dengan insulin manusia, perlakuannya pun lebih sulit.
Namun karena efek
alergi/penolakan sistem imun dari penggunaan insulin hewan secara rutin, mulai
tahun 1980 insulin dari hewan ini mulai ditinggalkan dan digantikan dengan
insulin sintesis/rekombinan dari manusia.
2. Heparin
Seperti yang sudah saya
singgung diawal, heparin ini dipakai sebagai obat yang mencegah penggumpalan
darah (antikoagulan). Darah yang menggumpal sering menyumbat pembuluh darah,
ibaratnya pipa air, kalau ada yang mampet, airnya gak akan bisa lewat dan
pipanya bisa pecah/bocor, kitanya akan kehausan. Nah..apalagi ini soal darah.
Kebayang kan kenapa produk ini menjadi penting?.
Heparin umumnya diperoleh
dari usus babi. Secara struktur kimia, heparin ini tergolong glikosaminoglikan
yang tersulfatasi (duh ini neranginnya gimana yak biar gampang?).
Heparin dan
glikosaminogikan diisolasi dari jaringan hewan, tetapi belakangan ini ada
glikosaminoglikan tidak tersulfatasi yang dapat diperoleh dari “kapsul”
bakteri. Kenapa babi? Kenapa tidak hewan lain yang dipilih untuk diproduksi
dalam skala besar?. Setelah saya caritahu ternyata heparin dari usus babi ini
memiliki binding site ATIII spesifik gitu yang mengandung gugus N-acetyl (NAc) sementara
heparin dari paru-paru sapi mengandung gugus N-sulfo (NS). Konsekuensi dari hal
ini adalah adanya perbedaan yang cukup besar terkait afinitasnya terhadap
reseptor ATIII (antitrombin dalam darah) (Haiying Liu et al, 2009)
3. Gelatin
Gelatin ini merupakan
sejenis protein turunan dari jaringan kolagennya hewan seperti babi, kerbau,
sapi. Di farmasi, gelatin ini berperan cukup, bahkan sangat penting. Pernah
lihat cangkang kapsul? Itu dibuatnya dari gelatin. Pernah lihat puding yang
kenyal? Itu juga kadang-kadang pakai gelatin. Gel, obat2 cairan kental dll juga
memanfaatkan sifat pengentalnya gelatin.
Kalau ditanya lagi kenapa menggunakan babi
sebagai bahan pilihan? Karena secara ekonomi, penggunaan babi lebih
menguntungkan. Produksi menggunakan bahan baku babi menghasilkan rendemen yang
lebih melimpah ketimbang menggunakan sapi.
Laporan terakhir yang
dirilis GME menyebutkan bahwa produksi gelatin tahunan di dunia sebanyak
326.000 ton dimana 46% dari jumlah tersebut berasal dari babi, 29,4% dari sapi,
23,2% dari tulang dan 15% berasal sari sumber lain (GME,
2008)
Mau terbelalak?
Hehe gak usah lebay, yuk
cari gelatin dengan kualitas yang jauh lebih baik dari sumber yang halal^^.
Dari tulang ikan atau tulang ayam misalnya.
Oiya, barusan dapat masukan dari teman kalau produsen cangkang kapsul yang diproduksi di Indonesia kebanyakan berasal dari Capsugel dan Capsulindo yang sudah bersertifikat halal hari MUI. Jadi selama itu produk lokal, insyaAllah aman
4. Alkohol
Alkohol banyak ditemukan
dalam sirup obat batuk maupun kosmetik. Dalam obat, biasanya fungsinya untuk
melarutkan bahan obat yang tidak larut atau menjaga kestabilan bentuk sediaan.
Nah, terkait alkohol ini,
saya akan mengutip fatwa MUI yang bisa didownload pada laman : http://mui.or.id/wp-content/uploads/2014/11/29.-Hukum-Alkohol.pdf
Isi yang berhubungan dengan
pembahasan ini antara lain :
§ Penggunaan alkohol/etanol hasil industri khamr untuk produk
makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya haram.
§ Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik
merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil industri
fermentasi non khamr) untuk proses produksi produk makanan, minuman, kosmetika,
dan obat-obatan, hukumnya: mubah,
apabila secara medis tidak membahayakan.
§ Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik
merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil industri
fermentasi non khamr) untuk proses produksi produk makanan, minuman, kosmetika
dan obat-obatan, hukumnya: haram,
apabila secara medis membahayakan.
Kalau di industri,
alkoholnya biasanya diproduksi secara sintesis. Bukan dari anggur atau
bahan-bahan yang memabukkan. Jadi asal penggunaannya dengan niat berobat,
alkohol bisa digunakan. Toh kadar alkohol untuk dikonsumsi melalui mulut pasti
ada batasannya supaya tidak memabukkan/membahayakan.
Untuk kosmetik bagaimana?
Bervariasi. Karena yang dilihat lagi2 adalah soal keamanan. Saya tidak berani
mengambil kesimpulan yah :)
Biasanya dalam produksi
kosmetik, yang dipermasalahkan tidak sebatas pada kandungan alkoholnya, namun
lebih kepada “pegotornya” yang bisa jadi berasal dari najis (sesuatu yang
diharamkan). Beberapa diantaranya :
1. Keratin,
diperoleh dari rambut manusia dan digunakan sebagai campuran pewarna rambut.
2. Albumin, turunan dari serum manusia,
digunakan dalam campuran kosmetik sebagai pelarut atau pengemulsi.
3. Placenta
extract, diekstraksi dari
plasenta manusia melalui prosedur tertentu.Sedang hits untuk terapi anti
penuaan (anti aging). BTW, ada 320 ton plasenta manusia yang digunakan tiap
tahun lho..weleh-weleh...ini berarti makin banyak manusia yang takut menjadi
tua dan menjadi korban iklan.
4. Asam Hialuronat, diperoleh dari jaringan rahim/perut bagian
bawah manusia. Digunakan sebagai pemutih dan perawatan wajah.
Bahan-bahan tersebut
sebaiknya dihindari karena menggunakan jaringan manusia.
Supaya referensinya lebih
lengkap, berikut saya lampirkan obat-obatan/bahan obat yang berasal dari hewan
ya :

Kalau tidak salah ya,
pernah rame tuh masalah kehalalan produk obat. Karena isu-isu itu, beberapa
umat Muslim banyak yang gegabah bereaksi keras. Padahal sebenarnya kita di
Indonesia ini memiliki instansi yang concern mengurus registrasi obat (BPOM)
dan kehalalan suatu produk (LPPOM MUI)
Badan
POM pernah mengeluarkan beberapa penjelasan antara lain :
1. Badan POM telah melakukan evaluasi keamanan, manfaat, serta mutu obat dan makanan termasuk terhadap semua bahan yang digunakan untuk pembuatan obat dan makanan sebelum produk tersebut diedarkan dengan nomor izin edar Badan POM --> pastikan beli produk yang sudah ada ijin edar BPOM ya biar aman.
2. Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM No. 03.1.23.06.10.5166 Tahun 2010 tentang Pencantuman Informasi Asal Bahan Tertentu, Kandungan Alkohol, dan Batas Kedaluwarsa pada Penandaan/Label Obat, Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Pangan, apabila produk obat, obat tradisional, suplemen makanan dan pangan mengandung bahan tertentu yang berasal dari babi, maka harus mencantumkan tanda khusus untuk menginformasikan bahwa produk tersebut mengandung babi dan/atau pada proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi
3. E-numbers adalah kode yang digunakan untuk memudahkan identifikasi Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang telah terbukti aman dan secara resmi disetujui untuk digunakan pada produk pangan olahan sesuai dengan standard yang berlaku di Uni Eropa.
4. Ada sembilan golongan E- numbers, yaitu untuk pewarna, pengawet, antioksidan dan pengatur keasaman, antioksidan dan pengatur keasaman, pengental, penstabil dan emulsifier, pengatur keasaman dan anti kempal, penguat rasa, antibiotik, serta bahan tambahan kimia lainnya. Penjelasan lebih lengkap dapat dilihat pada link berikut ini: http://www.pom.go.id/new/index.php/view/klarifikasi/26/Penjelasan-Badan-POM-Tentang-Kode-E-Numbers-Pada-Pangan-Olahan.htm
5. BTP ada yang dibuat dari bahan organik (nabati/hewani), ada pula dari bahan anorganik (hasil sintesa bahan kimia), oleh karena itu, status kehalalan suatu BTP yang dinyatakan dalam E-numbers tergantung dari asal bahan baku yang dipakai. Dengan demikian kode E-numbers tidak merujuk pada kehalalan BTP, tetapi menunjukkan BTP apa yang digunakan dalam produk pangan tersebut.
6.Lembaga yang mempunyai kewenangan untuk menyatakan suatu produk adalah halal atau haram adalah LPPOM Majelis Ulama Indonesia (MUI), suatu produk dapat mencantumkan logo halal pada kemasannya apabila telah mempunyai sertifikat halal dari LPPOM MUI. Sebelum mengeluarkan sertifikat halal, LPPOM MUI akan melakukan audit terhadap semua kandungan produk, termasuk BTP, dan proses pembuatannya.
7. Sebagai perlindungan terhadap masyarakat, Badan POM terus melakukan pengawasan terhadap kemungkinan beredarnya produk yang tidak memenuhi syarat.
8. Masyarakat dihimbau untuk tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang tidak dapat dijamin kebenarannya. Apabila masyarakat memerlukan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Contact Center HALO BPOM 1-500-533, SMS 0812-1-9999-533, email halobpom@pom.go.id, atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
1. Badan POM telah melakukan evaluasi keamanan, manfaat, serta mutu obat dan makanan termasuk terhadap semua bahan yang digunakan untuk pembuatan obat dan makanan sebelum produk tersebut diedarkan dengan nomor izin edar Badan POM --> pastikan beli produk yang sudah ada ijin edar BPOM ya biar aman.
2. Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM No. 03.1.23.06.10.5166 Tahun 2010 tentang Pencantuman Informasi Asal Bahan Tertentu, Kandungan Alkohol, dan Batas Kedaluwarsa pada Penandaan/Label Obat, Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Pangan, apabila produk obat, obat tradisional, suplemen makanan dan pangan mengandung bahan tertentu yang berasal dari babi, maka harus mencantumkan tanda khusus untuk menginformasikan bahwa produk tersebut mengandung babi dan/atau pada proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi
3. E-numbers adalah kode yang digunakan untuk memudahkan identifikasi Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang telah terbukti aman dan secara resmi disetujui untuk digunakan pada produk pangan olahan sesuai dengan standard yang berlaku di Uni Eropa.
4. Ada sembilan golongan E- numbers, yaitu untuk pewarna, pengawet, antioksidan dan pengatur keasaman, antioksidan dan pengatur keasaman, pengental, penstabil dan emulsifier, pengatur keasaman dan anti kempal, penguat rasa, antibiotik, serta bahan tambahan kimia lainnya. Penjelasan lebih lengkap dapat dilihat pada link berikut ini: http://www.pom.go.id/new/index.php/view/klarifikasi/26/Penjelasan-Badan-POM-Tentang-Kode-E-Numbers-Pada-Pangan-Olahan.htm
5. BTP ada yang dibuat dari bahan organik (nabati/hewani), ada pula dari bahan anorganik (hasil sintesa bahan kimia), oleh karena itu, status kehalalan suatu BTP yang dinyatakan dalam E-numbers tergantung dari asal bahan baku yang dipakai. Dengan demikian kode E-numbers tidak merujuk pada kehalalan BTP, tetapi menunjukkan BTP apa yang digunakan dalam produk pangan tersebut.
6.Lembaga yang mempunyai kewenangan untuk menyatakan suatu produk adalah halal atau haram adalah LPPOM Majelis Ulama Indonesia (MUI), suatu produk dapat mencantumkan logo halal pada kemasannya apabila telah mempunyai sertifikat halal dari LPPOM MUI. Sebelum mengeluarkan sertifikat halal, LPPOM MUI akan melakukan audit terhadap semua kandungan produk, termasuk BTP, dan proses pembuatannya.
7. Sebagai perlindungan terhadap masyarakat, Badan POM terus melakukan pengawasan terhadap kemungkinan beredarnya produk yang tidak memenuhi syarat.
8. Masyarakat dihimbau untuk tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang tidak dapat dijamin kebenarannya. Apabila masyarakat memerlukan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Contact Center HALO BPOM 1-500-533, SMS 0812-1-9999-533, email halobpom@pom.go.id, atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
Nah demikian tulisan ini
harus segera diakhiri karena hari sudah mulai gelap, dan saya harus segera
pulang dari lab.
Dua hal mendasar yang akan
saya garis bawahi adalah :
1.
Our society accepted the
use of all animal and human derived products, in case of emergency and only if
other alternatives were not available.
2. Religious leaders commented
that the donor/patient must have given informed consent.
Sumber :
2.
Che Man, Y.B.; and Sazili,
A.Q. Food production from the halal perspective. In:
Isabel Guerrero-Legarreta and
YH Hui (Ed.),
Handbook of Poultry
Science and Technology, Volume
1: Primary Processing.
Wiley, New York,
USA, 2010, pp. 183 -215.
3.
Eliasi, J.R;
and Dwyer, J.T.
Kosher and Halal:
Religious observances affecting
dietary intakes. J. Am. Diet. Assoc.
2002, 101, 911-913
7.
Haiying Liu, Zhenqing Zhang,
and Robert J. Linhardt. 2009. Lessons learned from the contamination of heparin.
Natural Product Reports


Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNoGregetan ya kak kalo udah membahas tentang obat-obatan saat ini, rasanya malu kalo masih malas belajar dan mengeluh. sedangkan masyarakat membutuhkan orang yang dapat diandalkan untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan khususnya obat-obatan, makanan, kosmetik serta yang lainnya terlebih status kehalalan dan keharaman suatu produk. Masyaallah penjelasan kakak bikin semangat lagi untuk terus belajar mengenai farmasi..sukses terus kak semoga allah selalu melindungi kakak dan niat baik kakak.. Semangat...!!😊
BalasHapus